BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Di zaman era modern ini, tampaknya masyarakat islam tertinggal jauh
dengan masyarakta non muslim di Negara barat. Hal ini disebabkan masyarakat
islam tampaknya kurang semangat didalam mencari suatu pengaetahuan baru. Hal ini
buktikannya dengan adanya kemandekan dalam dunia ijtihad. Masyarakat sekarang
dienakkan dengan produk-produk teknologi dari Barat dan malas dalam mencari
suatu pengetahuan. Keadaan seperti ini haruslah diubah salah satunya adalah
dengan mengetahui sejarah tokoh-tokoh islam seperti mengetahui tokoh dalam
filsafat islam yang dapat kita contoh bagaimana para tokoh tersebut menggunakan
pemikirannya demi mencari suatu pengetahuan yang belum ada sebelumnya.
Kemudian dengan kita mengetahui salah satu tokoh filsafat islam
kita juga diharapkan dapat memperkuat keimanan kita dengan jalan mempelajari
hakikat ketuhanan, manusia, dan alam semesta sehingga dengan rasa iman yang
kuat kita tidak mengalami goyah keimanan dalam hati umat islam seperti juga
yang terjadi pada era sekarang yang umat islam rela unutk keluar dari agamanya
karena hal-hal yang sepele. Salah satu tokoh filsaafat yang akan kita pelajari
dalam makalah ini adalah tentang filsafat Muhammad Iqbal mengenai riwayatnya,
karya-karyanya dan tentang hasil pemikiran dari kegiatan filsafatnya.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
riwayat hidup beliau ?
2.
Apa
saja karya-karya filsafat yang telah
ditulisnya ?
3.
Bagaimana
pemikiran -pemikiran filsafat Muhammad Iqbal ?
C.
Tujuan Penulisan
Dalam penulisan makalah ini adalah agar kita dapat lebih menetahui
salah satu tokoh filsuf islam, dengan mengetahui tokoh filsuf islam tersebut
kita diharapkan dapat mencontoh dan kita dapat mengembangkan pemikiran tersebut
demi tercapainya kemajuan umat islam.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Riwayat Hidup Muhammad Iqbal
Muhammad Iqbal penyair ( filsuf, ahli hukum, pemikir politik, dan
reformis muslim adalah seorang tokoh dominan umat islam abad kedua puluh )
lahir pada bulan Dzulhijjah 1289 H, atau 22 Pebruari 1873 M di Sialkot. Ia
memulai pendidikannya pada masa kanak-kanak nama ayahnya, Nur Muhammad yang dikenal
seorang ulama. Kemudian Iqbal mengikuti pelajaran Alqur’an dan pendidikan Islam
lainnya secara klasik disebuah surau. Selanjutnya, Iqbal dimasukkan oleh
ayahnya ke Scotch Mission College di Sialkot agar ia mendapatkan bimbingan dari
Maulawi Mir Hasan ( teman ayahnya yang ahli bahasa Persia-Arab). Bimbingan
tersebut berupa dorongan dan semangat tentang
ruh agama yang mewarnai dan mendasari jiwa Iqbal serta senantiasa
bersemayam dalam jiwanya.
Pada tahun 1985 ia pergi ke Lahore, salah satu kota di India yang
menjadi pusat kebudayaan, pengetahuan,
dan seni. Di kota ini ia bergabung dengan perhimpunan sastrawan yang sering
diundang musya;arah, yakni pertemuan-pertemuan
di mana para penyair membacakan sajak-sajaknya. Ini merupakan tradisi
yang berkembang di Pakistan dan India hingga kini. Di kota Lahore ini, sambil
menalnjutkan pendidikan sarjananya ia mengajar fislafat di Government College.
Pada tahun 1897 Iqbal memperoleh gelar B.A., kemudian ia mengambil program M.A.
dalam bidang filsafat. Pada saat itulah ia bertemu dengan Sir Thomas Arnold (
orientalis Inggris yang terkenal ). yang mengajarkan Filsafat Islam di College
tersebut. Antara keduanya terjalin hubungan intim melebihi hubungan guru dengan
murid, sebagai tertuang dalam kumpulan sajaknya Bang-i- Dara.
Dengan dorongan dan dukungan Arnold, iqbal menjadi terkenal sebagai
salah seorang pengajar yang berbakat dan penyair di Lahor. Sajak-sajaknya
banyak diminati orang. Pada tahun 1905, ia studi di Cambridge pada R.A.
Nicholson, seorang spesialis dalam sufisme, dan seorang Neo-hegelian, yaitu
Jhon M.E. McTaggart, Iqbal kemudian belajar di Heidelberg das Munich. Di
Munich, ia meneylesaikan doktornya pada tahun 1908 dengan disertasi, The
Development of Metaphysics in Persia. ( Disertasi ini kemudian diterbitkan di London
dalam bentuk bukum dan dihadiakan Iqbal kepada gurunya, Sir Thomas Arnold ).
Setelah mendapatkan gelar doktor, ia kembali ke Londonuntuk belajar di bidang
keadvokatan sambil mengajar bahasa dan kesusastraan Arab di Universitas London.
Selama di Eropa, Iqbal tidak jemu-jemu menemui para ilmuwan untuk mengadakan berbagai
perbincangan tentang persoalan-persoalan keilmuan dan kefilsafatan. Ia juga
memperbincangkan Islam dan peradapannya. Disamping itu, Iqbal memberikan
ceramah dalam berbagai kesempatan tentang Islam. Isi ceramahnya tersebut
dipublikasikan dalam berbagi penrbitan surat kabar. Ternyata setelah
menyaksikan langsung dan mengakaji kebudayaan Barat, ia tidak terpesona oleh
gemerlapannya dan daya pikat kebudayaan terebut. Iqbal tetap concern pada
budaya dan kepercayaan.
Pada tahun 1908, Iqbal kembali ke Lohere dan mengajar di Government
College dalam mata kuliah filsafat dan sastra Inggris. Untuk bebrapa tahun, ia
sempat menjabat Dekan Fakultas Kajian-KajianKetmuran dan ketua jurusan Kajian-kajina
Filosofis. Selain tiu, Iqbal juga menjadi anggota dalam komisi-komisi yang
meneliti masalah perbaikan pendidikan di India. Ini semua tidak berlangsung
lama. Ia beralih profesi dalm bidang hokum. Profesi ini digelutinya hingga ia
sering sakit tahun 1934, empat tahun sebelum ia meninggal dunia. Disamping itu,
ia meneruskan kegemarannya dalam menulis prosa dan puisi. Dalam tulisan-tulisannya,
Iqbal berusaha mengkombinasikan apa yang dipelajarinya di Timur dan di barat ,
serta warisan intelektual Islam untuk menghasilkan reinterpretasi pemahaman
Islam.
Dalam bidang politik Iqbal juga mengambil bagian, bakan menjadi
tulang punggung partai Liga Muslim India. Pada tahun 1926 ia terpilih menjadi anggota Majelis Legislatif
di Punjab, sementara itu kegiatannya di Liga Muslim tidak terhenti. Pada tahun
1930 ia menjadi presiden Liga Muslim India. Ketika konferensi tahunan Liga
Muslim di Allahad tanggal 29 Desember 1930, Iqbal adalah orang yang pertama
kali menyerukan dibaginya India, sehingga kaum muslimin mempunyai negara
otonom, hal itu tidak bertentangan dengan persatuan umat Islam dan pan-islamis.
Dengan pemikiran tersebut, ia dijului sebagai Bapak Pakistan. Pada tahun 1931 dan 1932, Iqbal
mengikuti Konferensi Meja Bundar di London. Konferensi ini membahas konstitusi
baru bagi India. Sepulangnya dari London, Iqbal menyempatkan untuk singgah di
Spayol untuk menyaksikan peniggalan kaum muslimin. Di Spayol ini, ia menemukan
ide-ide baru yang mengubah sajak-sajaknya, idantara puisinya yang terkenal
adalah Di Masjid Cordova. Puisi ini digubah Iqbal dan diterbitkan dalm
Bal-i-Jibril, salah satu karyanya yang terkenal.
Pada tahun 1922, Iqbal mendapat gelar Sir dari pemerintahan Inggris
yang diusulkan oleh wartawan Inggris dengan mengirimkan surat undangan kepada
Iqbal. Sebenarnya Iqbal, tidak mau untuk menghadiri undangan tersebut tetapi
dorongan dari sahaatnya,Mirza Jalaluddin, akhirnya ia mau. Dan sesampai di
Inggris, ia juga mensyaratkan kepada pemerintahan Inggris bahwa ia bersia untuk
diberi gelar Sir jika gurunya yang bernama Mir Hasan diberi gelar Syams
al-Uama. Akhirnya pemerintahan Inggris, setuju walaupun gurunya tersebut tidak
terkenal dan belum patut diberi gelar demikian.
Pada tahun 1935, istrinya Iqbal meninggal, sehingga Iqbal mengalami
kesedihan yang berlarut-larut. Akibat dari kesedihan tersebut Iqbal terkena
berbagai penyakit yang menyebabkan fisiknya melemah. Walaupun fisiknya melemah
tetapi Iqbal tetap semangat dalam menulis pemikiran-pemikirannya dan tidak
henti mengubah sajak-sajaknya. Dan pada tahun 1938 penyakitnya bertambah parah,
dan akhirnya ia meninggal pada usia 60 tahun (menurut kalender Masehi) atau 63
tahun ( menurut kalender Hijriyah ).
Tepatnya tanggal 21 April 1938.
B. Karya-Karya
Muhammad Iqbal
Diperkirakan
Muhammad Iqbal meninggalkan tidak kurang 21 karya monumental, yaitu :
1.
Ilm
al-Iqtiad, ( 1903 )
2.
Development
of Metapysics in Persia : A Constribution to the History of Muslim Philosopy, (
1908 )
3.
Islam
as a Moral and Political Ideal, ( 1909 )
4.
Asrar-i
Khuldi [ Rahasia Pribadi ], ( 1915 )
5.
Rumuz-i
Bekhudi [ Rahasia Peniadaan Diri ], ( 1918 )
6.
Payam-i
Masyriq [ Pesan dari Timur ], ( 1923 )
7.
C. Filsafatnya
a. Ego atau Khudi
Konsep tentang hakikat ego atau
individualitas merupakan konsep dasar dari filsafat Iqbal dan menjadi alas
penopang keseluruhan struktur pemikiran-pemikirannya. Menurut Iqbal, khudi,
arti harfiahnya ego atau individualitas, merupakan suatu kesatuan yang riil
atau nyata, adalah pusat dan landasan dari semua kehidupan, Ia merupakan suatu
kehendak baik yang terarah secara rasional. Arti terarah secara rasional,
menjelaskan bahwa hidup bukanlah suatu arus tak berbentuk, melainkan suatu
prinsip kesatuan yang bersifat mengatur, dan sentral dari segala struktur
kehidupan manusia. Dan ego harus berjuang mempertahankan individualitas
dan memprkuatkannya. Tujuan ego bukan membebaskan diri dari batas-batas
individualitas, melainkan memberi batasan tentang dirinya dengan lebih tegas.
Tujuan terakhir ego, bukanlah
melihat sesuatu, tetapi menjadi sesuatu. Di dalam ego menjadi sesuatu itulah ia
menemukan kesempatan buat mempertajam pandangan obyktif dan mencapai “Aku” yang
lebih fundamental, yang memperoleh bukti realitas dirinya.
Pencarian ego adalah pencarian untuk
mendapatkan definisi yang lebih tepat mengenai dirinya. Tindakanya bukan hanya
tindakan intelektual, melainkan suatu tindakan vital yang memperdalam seluruh
wujud ego, serta mempertajam kemauannya dengan keyakinan kreatif, bahwa dirinya
ini bukanlah sesuatu yang hanya melihat atau dikenal melalui konsep demi
konsep, melainkan sesuatu yang harus dibangun dan dibangun kembali dengan kerja
yang tidak putus-putusnya.
b. Ketuhanan
Pemahaman Iqbal tentang Ketuhanan
mengalami tiga tahap perkembangan, sesuai dengan pengalaman yang dilaluinya
dari tahap pencarian sampai ke tahap kematangan. Ketiga tahap itu adalah :
Tahap pertama (dari tahun 1901 sampai kira-kira tahun 1908). Muhammad
Iqbal cenderung sebagai mistisikus-panteistik. Hal itu terlihat pada
kekagumannya pada konsepsi mistik yang berkembang di wilayah Persia, lewat
tokoh tasawuf falsafi, seperti Ibn Arabi. dan pada tahap ini ia meyakini Tuhan
sebagai keindahan Abadi, Keberadaan-Nya tanpa tergantung pada sesuatu dan
mendahului segala sesuatu, bahkan menampakkan diri dalam semuanya itu. Dia
menyatakan dirinya di langit dan di bumi, di matahari dan di bulan, disemua
tempat dan keadaan.
Tuhan sebagai keindahan Abadi adalah
sumber, esensi, dan ideal segala sesuatu. Tuhan bersifat universal dan
melingkupi segalanya seperti lautan, dan individu adalah seperti halnya setetes
air atau seperti matahari dengan lilin. Pemikirannya yang demikian itu terpengaruh
oleh Plotinus yang mengembangkan pemikiran Plato yang menganggap bahwa Tuhan
sebagai Keindahan Abadi.
Tahap kedua (1908-1920). Pada tahap ini,,
ia mulai meragukan tentang sifat kekal dari keindahan dan efisiensinya. Serta
kausalitas akhirnya. Sebaliknya, tumbuh keyakinan akan keabadian cinta, hasrat,
dan upaya atau gerak. Dan ia mulai tertarik kepada rumi (Romawi) yang dijadikan
sebagai pembimbing rohaninya. dan Tuhan bukan lagi dianggap sebagai Keindahan
Luar, tetapi sebagai Kemauan Abadi, sementara Keindahan hanyalah sebagai sifat
Tuhan disamping ke-Esa-an Tuhan. Karena itu, Tuhan itu menjadi asas rohaniah
tertinggi dari segala kehidupan.
Tahap ketiga (1920-1938). Jika pada tahap kedua
dapat dianggap sebagai tahap pertumbuhan, maka pada masa ketiga ini dapat
dianggap sebagai masa kedewasaan dan merupakan pengembangan menuju kematangan
konsepsi tentang Ketuhanan. Tuhan adalah” hakikat sebagai suatu keseluruhan”,
pada dasarnya bersifat spiritual, dalam arti suatu individu dan suatu ego.
Tegasnya, tuhan adalah ego mutlak, karena Dia meliputi segalanya, tidak ada
sesuatu pun di luar Dia, merupakan sumber segala kehidupan dan sumber dari mana
ego-ego bermula, yang menunjang adanya kehidupan itu. Untuk menjadi sempurna
memerlukan suatu keadaan di mana tak ada bagian organisme yang terlepas dapat
hidup secara terpisah. Dari bagian ini jelas bahwa individu yang sempurna
merupakan unsur paling esensial dalam konsepsi al-Qur’an tentang Tuhan.
c.
Materi dan Kausalitas
Menurut Muhammad Iqbal, kodrat
realitas yang sesungguhnya adalah rohaniah dan semua yang bersifat keduniawian
sebenarnya adalah suci dalam akar-akar perwujudannya. Adapun materi adalah
suatu kelompok ego-ego berderajat rendah, dan dari sana muncul ego yang
berderajat lebih tinggi, apabila penggabungan dan interaksi mereka mencapai
suatu derajat koordinasi tertentu. Ia juga selalu menekankan bahwa kodrat
kehidupan ego selalu berproses, yang berarti juga selalu ada perkembangan ego,
yang berjuang untuk meningkatkan dirinya kearah yang lebih kompleks dan lebih
sempurna. Mengenai fungsi ego yang member arah itu, Ia mengabil dasar Al-Qur’an
surat al-Isra’ ayat 85. Disini dibedakan dua cara kegiatan kreatif Tuhan pada
kita, khalq dan amr. Khalq adalah penciptaan (creation)
dan amr adalah pimpinan (direction).
d. Moral
Filsafatnya adalah filsafat yang
meletakkan kepercayaannya kepada manusia yang dilihatnya mempunyai kemungkinan
yang tak terbatas, dan mempunyai kemampuan untuk mengubah dunia dan dirinya
sendiri, serta mempunyai kemampuan untuk ikut memperindah dunia. Ada dua cara untuk
memahami manusia, menurut Muhammad Iqbal. Pertama, cara intelektual, dan kedua
cara vital. Cara intelektual memahami dunia sebagai suatu sistem tegar tentang
sebab-akibat, cara vital menerima mutlak adanya keharusan yang tidak dapat
dihindarkan dari kehidupan, yakni kehidupan di pandang sebagai suatu keseluruhan.
Cara vital ini dinamakan “iman”. Iman bukanlah sekedar percaya secara pasif
akan masalah tertentu, melainkan merupakan keyakinan yang hidup, yang
didapatkan dari pengalaman yang jarang terjadi.
e.
Insan al-Kamil
Iqbal menafsirkan Insan al-Kamil
atau manusia utama, setiap manusia potensial adalah suatu gambaran sifat
kemanusiaan yang kecil dari besarnya alam semesta ini. Dan bahwa insan yang
telah sempurna kerohaniannya menjadi cermin dari sifat-sifat Tuhan, sehingga
sebagai orang suci dia menjadi khalifah atau wakil Tuhan di muka bumi.
Muhammad Iqbal berpendapat, bahwa
setiap manusia merupakan suatu pribadi atau suatu ego yang berdiri sendiri,
tetapi belumlah dia menjadi pribadi yang utama. Dia yang dekat kepada Tuhan
adalah yang utama, semakin dekat semakin utama. Sedangkan kian jauh jaraknya
dari Tuhan, kian berkuranglah bobot kepribadiannya.
Adapun tentang kehidupan, menurut Muhammad
Iqbal adalah proses yang terus maju ke depan dan esensinya ialah penciptaan
terus-menerus dari gairah dan cita-cita. Penciptaan gairah baru dan cita-cita
yang baru tentulah selamanya mewujudkan ketegangan-ketegangan yang konstan.
Keadaan yang terus menerus ini mempunyai nilai yang paling tinggi bagi usaha manusia
dan keadaan inilah yang menjuruskan manusia kepada kemerdekaan dan keabadian,
ia tidak menyetujui adanya perbudakan dapat merusak watak manusia, merancuni
sifat manusia dan menjebloskan ke dalam derajat yang hina dan tidak
bertenaga.
Ia juga berpendapat bahwa tujuan
seluruh kehidupan adalah membentuk insan yang mulia dan setiap pribadi adalah
haruslah berusaha mencapainya. Cita-cita untuk membentuk manusia utama ini,
memberikan kepada kita ukuran baik atau buruk. Apa yang dapat memperkuat
pribadi adalah baik sifatnya dan apa yang dapat melemahkan pribadi adalah buruk
sifatnya.
Hal-hal yang dapat memperkuat
pribadi menurut Muhammad Iqbal, ialah:
1. ‘Isyq-o-muhabbat,yakni cinta kasih.
2. Semangat atau keberanian, termasuk
bekerja kreatif dan asli, artinya asli dari hasil kreasinya sendiri dan
mandiri.
3. Toleransi, rasa kelonggaran waktu
untuk berupaya.
4. Faqr, yang artinya sikap tidak
mengharapkan imbalan dan ganjaran-ganjaran yang akan diberikan di dunia, sebab
bercita-citakan yang lebih agung.
Hal-hal yang melemahkan pribadi
adalah: takut, suka minta-minta (su’al), perbudakan dan sombong. Maka
hidup yang baik ialah hidup yang penuh usaha perjuangan, bukan suatu cara hidup
yang menarik diri dan memencilkan diri, bukan yang malas dan yang menganggap
remeh kehidupan. Cinta atau isyq sebagai suatu daya aktif yang
memungkinkan individu memiliki daya tarik penggerak yang kuat, manakala ia
dihadapkan kepada maksud-maksud yang bermanfaat.
Adapun yang dianggap dapat
melemahkan ego adalah: takut, sombong, dan suka meminta-minta(su’al). su’al
merupakan tema Muhammad Iqbal yang menjadi antithesis dari Isqy, juga
menjadi antithesis dari faqr. Karena, su’al menurut Iqbal
adalah segala sesuatu yang diperoleh bukan dengan usaha sendiri. Yang harus
dikembangkan pula sikap toleransi, yaitu kesadaran akan perlunya menghargai
orang lain.
DAFTAR PUSTAKA
Khobir,
Abdul. 2007. Filsafat Pendidikan Islam. Pekalongan: STAIN Press
Muhammad,
Heri. 2006. Tokoh-tokoh Islam Abad 20. Jakarta: Gema Insani
A. Mustofa. 1997. Filsafat Islam.Cet. I. Bandung: CV.
Pustaka Setia
Sholeh, A.
Khudori. 2004. Wacana Baru Filsafat Islam. Cet. I. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar
Usmani, Ahmad Rofi’. 1998. Tokoh-tokoh
Muslim Pengukir Zaman. Cet. I. Bandung: Pustaka
0 komentar
Posting Komentar