Diberdayakan oleh Blogger.

pencarian

Total Tayangan

Post Populer

Blogger templates

Blogroll

Selasa, 21 April 2015

MAKALAH FLSAFAT ISLAM MOHAMMAD IQBAL

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Di zaman era modern ini, tampaknya masyarakat islam tertinggal jauh dengan masyarakta non muslim di Negara barat. Hal ini disebabkan masyarakat islam tampaknya kurang semangat didalam mencari suatu pengaetahuan baru. Hal ini buktikannya dengan adanya kemandekan dalam dunia ijtihad. Masyarakat sekarang dienakkan dengan produk-produk teknologi dari Barat dan malas dalam mencari suatu pengetahuan. Keadaan seperti ini haruslah diubah salah satunya adalah dengan mengetahui sejarah tokoh-tokoh islam seperti mengetahui tokoh dalam filsafat islam yang dapat kita contoh bagaimana para tokoh tersebut menggunakan pemikirannya demi mencari suatu pengetahuan yang belum ada sebelumnya.
Kemudian dengan kita mengetahui salah satu tokoh filsafat islam kita juga diharapkan dapat memperkuat keimanan kita dengan jalan mempelajari hakikat ketuhanan, manusia, dan alam semesta sehingga dengan rasa iman yang kuat kita tidak mengalami goyah keimanan dalam hati umat islam seperti juga yang terjadi pada era sekarang yang umat islam rela unutk keluar dari agamanya karena hal-hal yang sepele. Salah satu tokoh filsaafat yang akan kita pelajari dalam makalah ini adalah tentang filsafat Muhammad Iqbal mengenai riwayatnya, karya-karyanya dan tentang hasil pemikiran dari kegiatan filsafatnya.   

B. Rumusan Masalah
1.      Bagaimana riwayat hidup beliau ?
2.      Apa saja karya-karya filsafat yang telah  ditulisnya ?
3.      Bagaimana pemikiran -pemikiran filsafat Muhammad Iqbal ?



C. Tujuan Penulisan
Dalam penulisan makalah ini adalah agar kita dapat lebih menetahui salah satu tokoh filsuf islam, dengan mengetahui tokoh filsuf islam tersebut kita diharapkan dapat mencontoh dan kita dapat mengembangkan pemikiran tersebut demi tercapainya kemajuan umat islam.
























BAB II
PEMBAHASAN

A. Riwayat Hidup Muhammad Iqbal
Muhammad Iqbal penyair ( filsuf, ahli hukum, pemikir politik, dan reformis muslim adalah seorang tokoh dominan umat islam abad kedua puluh ) lahir pada bulan Dzulhijjah 1289 H, atau 22 Pebruari 1873 M di Sialkot. Ia memulai pendidikannya pada masa kanak-kanak nama ayahnya, Nur Muhammad yang dikenal seorang ulama. Kemudian Iqbal mengikuti pelajaran Alqur’an dan pendidikan Islam lainnya secara klasik disebuah surau. Selanjutnya, Iqbal dimasukkan oleh ayahnya ke Scotch Mission College di Sialkot agar ia mendapatkan bimbingan dari Maulawi Mir Hasan ( teman ayahnya yang ahli bahasa Persia-Arab). Bimbingan tersebut berupa dorongan dan semangat tentang  ruh agama yang mewarnai dan mendasari jiwa Iqbal serta senantiasa bersemayam dalam jiwanya.
Pada tahun 1985 ia pergi ke Lahore, salah satu kota di India yang menjadi  pusat kebudayaan, pengetahuan, dan seni. Di kota ini ia bergabung dengan perhimpunan sastrawan yang sering diundang musya;arah, yakni pertemuan-pertemuan  di mana para penyair membacakan sajak-sajaknya. Ini merupakan tradisi yang berkembang di Pakistan dan India hingga kini. Di kota Lahore ini, sambil menalnjutkan pendidikan sarjananya ia mengajar fislafat di Government College. Pada tahun 1897 Iqbal memperoleh gelar B.A., kemudian ia mengambil program M.A. dalam bidang filsafat. Pada saat itulah ia bertemu dengan Sir Thomas Arnold ( orientalis Inggris yang terkenal ). yang mengajarkan Filsafat Islam di College tersebut. Antara keduanya terjalin hubungan intim melebihi hubungan guru dengan murid, sebagai tertuang dalam kumpulan sajaknya Bang-i- Dara.
Dengan dorongan dan dukungan Arnold, iqbal menjadi terkenal sebagai salah seorang pengajar yang berbakat dan penyair di Lahor. Sajak-sajaknya banyak diminati orang. Pada tahun 1905, ia studi di Cambridge pada R.A. Nicholson, seorang spesialis dalam sufisme, dan seorang Neo-hegelian, yaitu Jhon M.E. McTaggart, Iqbal kemudian belajar di Heidelberg das Munich. Di Munich, ia meneylesaikan doktornya pada tahun 1908 dengan disertasi, The Development of Metaphysics in Persia. ( Disertasi ini kemudian diterbitkan di London dalam bentuk bukum dan dihadiakan Iqbal kepada gurunya, Sir Thomas Arnold ). Setelah mendapatkan gelar doktor, ia kembali ke Londonuntuk belajar di bidang keadvokatan sambil mengajar bahasa dan kesusastraan Arab di Universitas London. Selama di Eropa, Iqbal tidak jemu-jemu menemui para ilmuwan untuk mengadakan berbagai perbincangan tentang persoalan-persoalan keilmuan dan kefilsafatan. Ia juga memperbincangkan Islam dan peradapannya. Disamping itu, Iqbal memberikan ceramah dalam berbagai kesempatan tentang Islam. Isi ceramahnya tersebut dipublikasikan dalam berbagi penrbitan surat kabar. Ternyata setelah menyaksikan langsung dan mengakaji kebudayaan Barat, ia tidak terpesona oleh gemerlapannya dan daya pikat kebudayaan terebut. Iqbal tetap concern pada budaya dan kepercayaan.
Pada tahun 1908, Iqbal kembali ke Lohere dan mengajar di Government College dalam mata kuliah filsafat dan sastra Inggris. Untuk bebrapa tahun, ia sempat menjabat Dekan Fakultas Kajian-KajianKetmuran dan ketua jurusan Kajian-kajina Filosofis. Selain tiu, Iqbal juga menjadi anggota dalam komisi-komisi yang meneliti masalah perbaikan pendidikan di India. Ini semua tidak berlangsung lama. Ia beralih profesi dalm bidang hokum. Profesi ini digelutinya hingga ia sering sakit tahun 1934, empat tahun sebelum ia meninggal dunia. Disamping itu, ia meneruskan kegemarannya dalam menulis prosa dan puisi. Dalam tulisan-tulisannya, Iqbal berusaha mengkombinasikan apa yang dipelajarinya di Timur dan di barat , serta warisan intelektual Islam untuk menghasilkan reinterpretasi pemahaman Islam.
Dalam bidang politik Iqbal juga mengambil bagian, bakan menjadi tulang punggung partai Liga Muslim India. Pada tahun 1926 ia  terpilih menjadi anggota Majelis Legislatif di Punjab, sementara itu kegiatannya di Liga Muslim tidak terhenti. Pada tahun 1930 ia menjadi presiden Liga Muslim India. Ketika konferensi tahunan Liga Muslim di Allahad tanggal 29 Desember 1930, Iqbal adalah orang yang pertama kali menyerukan dibaginya India, sehingga kaum muslimin mempunyai negara otonom, hal itu tidak bertentangan dengan persatuan umat Islam dan pan-islamis. Dengan pemikiran tersebut, ia dijului sebagai Bapak  Pakistan. Pada tahun 1931 dan 1932, Iqbal mengikuti Konferensi Meja Bundar di London. Konferensi ini membahas konstitusi baru bagi India. Sepulangnya dari London, Iqbal menyempatkan untuk singgah di Spayol untuk menyaksikan peniggalan kaum muslimin. Di Spayol ini, ia menemukan ide-ide baru yang mengubah sajak-sajaknya, idantara puisinya yang terkenal adalah Di Masjid Cordova. Puisi ini digubah Iqbal dan diterbitkan dalm Bal-i-Jibril, salah satu karyanya yang terkenal.
Pada tahun 1922, Iqbal mendapat gelar Sir dari pemerintahan Inggris yang diusulkan oleh wartawan Inggris dengan mengirimkan surat undangan kepada Iqbal. Sebenarnya Iqbal, tidak mau untuk menghadiri undangan tersebut tetapi dorongan dari sahaatnya,Mirza Jalaluddin, akhirnya ia mau. Dan sesampai di Inggris, ia juga mensyaratkan kepada pemerintahan Inggris bahwa ia bersia untuk diberi gelar Sir jika gurunya yang bernama Mir Hasan diberi gelar Syams al-Uama. Akhirnya pemerintahan Inggris, setuju walaupun gurunya tersebut tidak terkenal dan belum patut diberi gelar demikian.
Pada tahun 1935, istrinya Iqbal meninggal, sehingga Iqbal mengalami kesedihan yang berlarut-larut. Akibat dari kesedihan tersebut Iqbal terkena berbagai penyakit yang menyebabkan fisiknya melemah. Walaupun fisiknya melemah tetapi Iqbal tetap semangat dalam menulis pemikiran-pemikirannya dan tidak henti mengubah sajak-sajaknya. Dan pada tahun 1938 penyakitnya bertambah parah, dan akhirnya ia meninggal pada usia 60 tahun (menurut kalender Masehi) atau 63 tahun    ( menurut kalender Hijriyah ). Tepatnya tanggal 21 April 1938.

B. Karya-Karya Muhammad Iqbal
Diperkirakan Muhammad Iqbal meninggalkan tidak kurang 21 karya monumental, yaitu :
1.      Ilm al-Iqtiad, ( 1903 )
2.      Development of Metapysics in Persia : A Constribution to the History of Muslim Philosopy, ( 1908 )
3.      Islam as a Moral and Political Ideal, ( 1909 )
4.      Asrar-i Khuldi [ Rahasia Pribadi ], ( 1915 )
5.      Rumuz-i Bekhudi [ Rahasia Peniadaan Diri ], ( 1918 )
6.      Payam-i Masyriq [ Pesan dari Timur ], ( 1923 )
7.       
C. Filsafatnya
a.      Ego atau Khudi
Konsep tentang hakikat ego atau individualitas merupakan konsep dasar dari filsafat Iqbal dan menjadi alas penopang keseluruhan struktur pemikiran-pemikirannya. Menurut Iqbal, khudi, arti harfiahnya ego atau individualitas, merupakan suatu kesatuan yang riil atau nyata, adalah pusat dan landasan dari semua kehidupan, Ia merupakan suatu kehendak baik yang terarah secara rasional. Arti terarah secara rasional, menjelaskan bahwa hidup bukanlah suatu arus tak berbentuk, melainkan suatu prinsip kesatuan yang bersifat mengatur, dan sentral dari segala struktur kehidupan manusia. Dan ego harus berjuang mempertahankan individualitas dan memprkuatkannya. Tujuan ego bukan membebaskan diri dari batas-batas individualitas, melainkan memberi batasan tentang dirinya dengan lebih tegas.
Tujuan terakhir ego, bukanlah melihat sesuatu, tetapi menjadi sesuatu. Di dalam ego menjadi sesuatu itulah ia menemukan kesempatan buat mempertajam pandangan obyktif dan mencapai “Aku” yang lebih fundamental, yang memperoleh bukti realitas dirinya.
Pencarian ego adalah pencarian untuk mendapatkan definisi yang lebih tepat mengenai dirinya. Tindakanya bukan hanya tindakan intelektual, melainkan suatu tindakan vital yang memperdalam seluruh wujud ego, serta mempertajam kemauannya dengan keyakinan kreatif, bahwa dirinya ini bukanlah sesuatu yang hanya melihat atau dikenal melalui konsep demi konsep, melainkan sesuatu yang harus dibangun dan dibangun kembali dengan kerja yang tidak putus-putusnya.

b.      Ketuhanan
Pemahaman Iqbal tentang Ketuhanan mengalami tiga tahap perkembangan, sesuai dengan pengalaman yang dilaluinya dari tahap pencarian sampai ke tahap kematangan. Ketiga tahap itu adalah :
Tahap pertama (dari tahun 1901 sampai kira-kira tahun 1908). Muhammad Iqbal cenderung sebagai mistisikus-panteistik. Hal itu terlihat pada kekagumannya pada konsepsi mistik yang berkembang di wilayah Persia, lewat tokoh tasawuf falsafi, seperti Ibn Arabi. dan pada tahap ini ia meyakini Tuhan sebagai keindahan Abadi, Keberadaan-Nya tanpa tergantung pada sesuatu dan mendahului segala sesuatu, bahkan menampakkan diri dalam semuanya itu. Dia menyatakan dirinya di langit dan di bumi, di matahari dan di bulan, disemua tempat dan keadaan.
Tuhan sebagai keindahan Abadi adalah sumber, esensi, dan ideal segala sesuatu. Tuhan bersifat universal dan melingkupi segalanya seperti lautan, dan individu adalah seperti halnya setetes air atau seperti matahari dengan lilin. Pemikirannya yang demikian itu terpengaruh oleh Plotinus yang mengembangkan pemikiran Plato yang menganggap bahwa Tuhan sebagai Keindahan Abadi.
Tahap kedua (1908-1920). Pada tahap ini,, ia mulai meragukan tentang sifat kekal dari keindahan dan efisiensinya. Serta kausalitas akhirnya. Sebaliknya, tumbuh keyakinan akan keabadian cinta, hasrat, dan upaya atau gerak. Dan ia mulai tertarik kepada rumi (Romawi) yang dijadikan sebagai pembimbing rohaninya. dan Tuhan bukan lagi dianggap sebagai Keindahan Luar, tetapi sebagai Kemauan Abadi, sementara Keindahan hanyalah sebagai sifat Tuhan disamping ke-Esa-an Tuhan. Karena itu, Tuhan itu menjadi asas rohaniah tertinggi dari segala kehidupan.
Tahap ketiga (1920-1938). Jika pada tahap kedua dapat dianggap sebagai tahap pertumbuhan, maka pada masa ketiga ini dapat dianggap sebagai masa kedewasaan dan merupakan pengembangan menuju kematangan konsepsi tentang Ketuhanan. Tuhan adalah” hakikat sebagai suatu keseluruhan”, pada dasarnya bersifat spiritual, dalam arti suatu individu dan suatu ego. Tegasnya, tuhan adalah ego mutlak, karena Dia meliputi segalanya, tidak ada sesuatu pun di luar Dia, merupakan sumber segala kehidupan dan sumber dari mana ego-ego bermula, yang menunjang adanya kehidupan itu. Untuk menjadi sempurna memerlukan suatu keadaan di mana tak ada bagian organisme yang terlepas dapat hidup secara terpisah. Dari bagian ini jelas bahwa individu yang sempurna merupakan unsur paling esensial dalam konsepsi al-Qur’an tentang Tuhan.

c.       Materi dan Kausalitas
Menurut Muhammad Iqbal, kodrat realitas yang sesungguhnya adalah rohaniah dan semua yang bersifat keduniawian sebenarnya adalah suci dalam akar-akar perwujudannya. Adapun materi adalah suatu kelompok ego-ego berderajat rendah, dan dari sana muncul ego yang berderajat lebih tinggi, apabila penggabungan dan interaksi mereka mencapai suatu derajat koordinasi tertentu. Ia juga selalu menekankan bahwa kodrat kehidupan ego selalu berproses, yang berarti juga selalu ada perkembangan ego, yang berjuang untuk meningkatkan dirinya kearah yang lebih kompleks dan lebih sempurna. Mengenai fungsi ego yang member arah itu, Ia mengabil dasar Al-Qur’an surat al-Isra’ ayat 85. Disini dibedakan dua cara kegiatan kreatif Tuhan pada kita, khalq dan amr. Khalq adalah penciptaan (creation) dan amr adalah pimpinan (direction).

d.      Moral
Filsafatnya adalah filsafat yang meletakkan kepercayaannya kepada manusia yang dilihatnya mempunyai kemungkinan yang tak terbatas, dan mempunyai kemampuan untuk mengubah dunia dan dirinya sendiri, serta mempunyai kemampuan untuk ikut memperindah dunia. Ada dua cara untuk memahami manusia, menurut Muhammad Iqbal. Pertama, cara intelektual, dan kedua cara vital. Cara intelektual memahami dunia sebagai suatu sistem tegar tentang sebab-akibat, cara vital menerima mutlak adanya keharusan yang tidak dapat dihindarkan dari kehidupan, yakni kehidupan di pandang sebagai suatu keseluruhan. Cara vital ini dinamakan “iman”. Iman bukanlah sekedar percaya secara pasif akan masalah tertentu, melainkan merupakan keyakinan yang hidup, yang didapatkan dari pengalaman yang jarang terjadi.

e.       Insan al-Kamil
Iqbal menafsirkan Insan al-Kamil atau manusia utama, setiap manusia potensial adalah suatu  gambaran sifat kemanusiaan yang kecil dari besarnya alam semesta ini. Dan bahwa insan yang telah sempurna kerohaniannya menjadi cermin dari sifat-sifat Tuhan, sehingga sebagai orang suci dia menjadi khalifah atau wakil Tuhan di muka bumi.
Muhammad Iqbal berpendapat, bahwa setiap manusia merupakan suatu pribadi atau suatu ego yang berdiri sendiri, tetapi belumlah dia menjadi pribadi yang utama. Dia yang dekat kepada Tuhan adalah yang utama, semakin dekat semakin utama. Sedangkan kian jauh jaraknya dari Tuhan, kian berkuranglah bobot kepribadiannya.
Adapun tentang kehidupan, menurut Muhammad Iqbal adalah proses yang terus maju ke depan dan esensinya ialah penciptaan terus-menerus dari gairah dan cita-cita. Penciptaan gairah baru dan cita-cita yang baru tentulah selamanya mewujudkan ketegangan-ketegangan yang konstan. Keadaan yang terus menerus ini mempunyai nilai yang paling tinggi bagi usaha manusia dan keadaan inilah yang menjuruskan manusia kepada kemerdekaan dan keabadian, ia tidak menyetujui adanya perbudakan dapat merusak watak manusia, merancuni sifat manusia dan  menjebloskan ke dalam derajat yang hina dan tidak bertenaga.
Ia juga berpendapat bahwa tujuan seluruh kehidupan adalah membentuk insan yang mulia dan setiap pribadi adalah haruslah berusaha mencapainya. Cita-cita untuk membentuk manusia utama ini, memberikan kepada kita ukuran baik atau buruk. Apa yang dapat memperkuat pribadi adalah baik sifatnya dan apa yang dapat melemahkan pribadi adalah buruk sifatnya.

Hal-hal yang dapat memperkuat pribadi menurut Muhammad Iqbal, ialah:
1.      ‘Isyq-o-muhabbat,yakni cinta kasih.
2.      Semangat atau keberanian, termasuk bekerja kreatif dan asli, artinya asli dari hasil kreasinya sendiri dan mandiri.
3.      Toleransi, rasa kelonggaran waktu untuk berupaya.
4.      Faqr, yang artinya sikap tidak mengharapkan imbalan dan ganjaran-ganjaran yang akan diberikan di dunia, sebab bercita-citakan yang lebih agung.
Hal-hal yang melemahkan pribadi adalah: takut, suka minta-minta (su’al), perbudakan dan sombong. Maka hidup yang baik ialah hidup yang penuh usaha perjuangan, bukan suatu cara hidup yang menarik diri dan memencilkan diri, bukan yang malas dan yang menganggap remeh kehidupan. Cinta atau isyq sebagai suatu daya aktif yang memungkinkan individu memiliki daya tarik penggerak yang kuat, manakala ia dihadapkan kepada maksud-maksud yang bermanfaat.
Adapun yang dianggap dapat melemahkan ego adalah: takut, sombong, dan suka meminta-minta(su’al). su’al merupakan tema Muhammad Iqbal yang menjadi antithesis dari Isqy, juga menjadi antithesis dari faqr. Karena, su’al menurut Iqbal adalah segala sesuatu yang diperoleh bukan dengan usaha sendiri. Yang harus dikembangkan pula sikap toleransi, yaitu kesadaran akan perlunya menghargai orang lain.
      










DAFTAR PUSTAKA

Khobir, Abdul. 2007. Filsafat Pendidikan Islam. Pekalongan: STAIN Press
Muhammad, Heri. 2006. Tokoh-tokoh Islam Abad 20. Jakarta: Gema Insani
A. Mustofa. 1997. Filsafat Islam.Cet. I. Bandung: CV. Pustaka Setia
Sholeh, A. Khudori. 2004. Wacana Baru Filsafat Islam. Cet. I. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
 Usmani, Ahmad Rofi’. 1998. Tokoh-tokoh Muslim Pengukir Zaman. Cet. I. Bandung: Pustaka


0 komentar

Posting Komentar