BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pertumbuhan dan
perkembangan yang terjadi didunia dan alam semesta ini merupakan sunnahtullah
yang tidak bisa dihindari. Hal itu merupakan kejadian alamiah yang setiap yang
hidup pasti akan mengalami dan merasakan perubahan. Dalam konteks kajian ilmu
perkembangan psikologi merupakan proses bertahap
yang dialami oleh setiap individu. Akan tetapi kita juga harus
mengetahui secara pasti , apa yang mendasari dan melatarbelakangi perubahan dan
perkembangan pada individu tersebut. Bagaiaman pandangan al-quran
maupun hadist terkait dengan teori perkembangan dan pertumbuhan yang terjadi
pada anak. Dalam proses perkembangan akan mengalami beberapa fase dan
tahapan-tahapan baik secara biologis maupun psikologis.
Maka lewat tulisan ini
akan dikaji mengenai perbandingan antara teori perkembangan Islam dengan studi
teori perkembangan secara umumnya, serta faktor-faktor yang mendasari
perkembangan dan pertumbuhan kemudian bagaimana pandangan al-quran
dan hadist yang berkaitan dengan proses perkembangan dan pertumbuhan anak. Agar
kita bisa mengetahui hakikat pertumbuhan dan perkembangan bagi anak. Serta
peran orang tua dan guru dalam mensikapi perkembangan yang dialami oleh
anaknya, agar bisa mengamati apa yang terjadi sehingga bisa diantisipasi
secara dini guna mengawal perkembangan anak dengan baik dan cermat, yang
tentunya disesuaikan dengan kondisi psikologis anak.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Perkembangan
Anak Menurut Konsep Islam
Psikologi perkembangan
menurut Islam memiliki kesamaan objek studi dengan psikologi perkembangan pada
umumnya, yaitu proses pertumbuhan dan perubahan manusia. Secara biologis
pertumbuhan itu digambarkan oleh Allah dalam Al-Qur’an sesuai firmannya pada
surat Al-Mu’min ayat 67 sebagai berikut:
هُوَ الَّذِي
خَلَقَكُمْ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ مِنْ نُطْفَةٍ ثُمَّ مِنْ عَلَقَةٍ ثُمَّ
يُخْرِجُكُمْ طِفْلا ثُمَّ لِتَبْلُغُوا أَشُدَّكُمْ ثُمَّ لِتَكُونُوا شُيُوخًا
وَمِنْكُمْ مَنْ يُتَوَفَّى مِنْ قَبْلُ وَلِتَبْلُغُوا أَجَلا مُسَمًّى
وَلَعَلَّكُمْ تَعْقِلُون (٦٧)َ
Artinya:
“Dia-lah yang menciptakan kamu dari tanah kemudian
dari setetes mani, sesudah itu dari segumpal darah, kemudian dilahirkannya kamu
sebagai seorang anak, kemudian (kamu dibiarkan hidup) supaya kamu sampai kepada
masa (dewasa), kemudian (dibiarkan kamu hidup lagi) sampai tua, di antara kamu
ada yang diwafatkan sebelum itu. (kami perbuat demikian) supaya kamu sampai
kepada ajal yang ditentukan dan supaya kamu memahaminya.”
Dari penjelasan ayat diatas bahwa proses kejadian
individu mengalami tahapan dan dinamika sejak dalam kandungan hingga
lahir. Seorang individu tumbuh menjadi anak, remaja atau dewasa yang
mengarah pada proses pertumbuhan dan perkembangan.[1]
B. Fase Perkembangan Anak Menurut Konsep Islam
1. Masa bayi (0 hingga 2 tahun)
Pada fase ini orang tua anak
perlu untuk mengembangkan kasih sayang secara dua arah dimana ibu memberikan
kasih sayangnya dan dalam waktu bersamaan juga mengembangkan kemampuan anak memberikan
respon terhadap kita.
Ini seperti yang sering kita perhatikan dalam fase pertumbuhan anak secara umum
dimana kita memang diharapkan mengajarkan dan memperhatikan anak untuk dapat
memberikan respon terhadap kita. Meski beberapa orang menganggap hal ini biasa,
tapi dalam pengamatan saya pribadi anak tidak akan berkembang maksimal jika
orang tua (atau orang sekitar) kurang memberikan stimulasi pada anak. Disini
yang dimaksud “mengembangkan kemampuan anak memberikan respon.
2. Masa anak-anak (2-7 tahun atau disebut dengan fase thufulah)
Pada fase inilah merupakan fase
penting memberikan pondasi dasar tauhid pada anak melalui cara aktif agar anak
terdorong dan memiliki tauhid aktif dimana anak mau melakukan sesuatu yang baik
semata menurut Allah. Fase ini fase penting penanaman pondasi bagi anak. Tinggal
cari cara nih bagaimana menerapkannya.
3. Masa Tamyiz (7-10 tahun)
Di fase ini anak sudah mulai
mampu membedakan baik dan buruk berdasarkan nalarnya sendiri sehingga di fase
inilah kita sudah mulai mempertegas pendidikan pokok syariat.
4. Masa Amrad (10-15 tahun)
Fase ini adalah fase dimana anak mulai
mengembangkan potensi dirinya guna mencapai kedewasaan dan memiliki kemampuan
bertanggung jawab secara penuh. Dalam islam, fase ini juga merupakan fase dimana
anak mencapai aqil baligh sehingga sudah semakin pandai menggunakan akalnya
secara penuh. Salah satu yang menjadi tuntutan bagi anak kemudian adalah
kepandaiannya dalam mengatur harta yang dimulai dengan kemampuan mengatur
anggaran untuk dirinya sendiri.
5. Masa Taklif (15-18 tahun)
Pada masa
ini anak seharusnya sudah sampai pada titik bernama taklif atau bertanggung
jawab. Bagi lelaki setidaknya fase ini paling lambat dicapai di usia 18 tahun
dan bagi anak perempuan paling lambat dicapai di usia 17 tahun. Tanggung jawab
yang dimaksud selain pada diri sendiri juga tanggung jawab terhadap keluarga,
masyarakat sekitar dan masyarakat secara keseluruhan.[2]
C. Perkembangan Anak Secara Psikologis dalam konsep Islam
1. Perkembangan
Fisik
Perkembangan fisik meliputi: peroide pertumbuhan,
periode ini mencakup : awal pekembangan motorik bayi (awal
kelahiran), pentingnya bermain bagi anak-anak (anak-anak) dan masa
pubertas, periode pencapaian kematangan, periode usia baya dan periode penuaan.
2. Perkembangan
Kognitif
Persepsi dan belajar merupakan proses dasar kognitif
yang sering dianggap sebagai pusat perkembangan manusia.
a.
Perkembangan
kognitif
v Tahap
perkembangan kognitif
a) Periode
perkembangan
b) Periode
pencapaian kematangan
c) Periode tengah baya
d) Periode usia
lanjut
v Perspektif
sosiolkultural dalam perkembangan kognitif
Perkembangan kognitif manusia juga ditentukan oleh
lingkungan dimana dia tinggal. Pentingnya lingkungan dalam perkembangan
kognitif terlihat dari banyak ayat-ayat Al-qur’an yang menyuruh manusia untuk
belajar di alam semesta (QS. Al-Baqarah: 1641 dan QS. Al-Rum: 8). Perkembangan
kognitif seseorang merupakan sesuatu yang tidak dapat lepas dari faktor sosial
dan budaya setempat.
b.
Sistem
pengolahan informasi pada manusia
Perkembangan intelektual dapat dikaji menggunakan
pendekatan sistem pengolahan informasi yang menganalisis perkembangan
keterampilan kognitif. Bentuk informasi yang disimpan dalam sistem ingatan
dapat bersifat verbal maupun visual (imagery).
c.
Intelegensi
Intelegensi tidak terlepas dari proses berpikir
manusia. Menuut penelitian terdapat 3 cara berpikir yaitu berpikir serial,
beripkir asosiatif dan berpikir integratif. Ketiga jenis proses berpkir ini
berhubungan dengan intelegensi yang berbeda-beda.[3]
3. Perkembangan
Emosional
a.
Kekayaan
Emosi Manusia
v Emosi
primer
Emosi primer adalah emosi dasar yang dianggap terberi
secara biologis. Emosi ini terbentuk sejak awal kelahiran.
v Emosi
sekunder
Emosi sekunder adalah emosi yang mengandung kesadaran
diri atau evaluasi diri, sehingga pertumbuhannya tergantung pada perkembangan
kogntif seseorang.
b.
Perkembangan
Ekspresi Emosi
Usia
|
Ekspresi
|
0-6 bulan
7- 2 bulan
1-3 tahun
3-6 tahun
6-12 tahun
|
Segala emosi primer muncul
Emosi primer menjadi lebih jelas
Muncul emosi sekunder (disadari)
Munculnya perbaikan strategi kognitif
untuk mengatur emosi
Penyesuaian dengan aturan penampilan
meningkat
|
c.
Pengatuan
Emosi
Terdapat dua jenis aturan tampilan emosional:
prososial (prosocial) dan protektif diri (self-protective).
Prososial menampilkan aturan emosi untuk melinungi emosi orang lain, sementara
protektif diri merupakan pengaturan untuk menyembunyikn emosi dalam rangka
menyelamatkan muka atau melindugi dirinya dari konsekuensi negatif.
d.
Perkembangan
Tempramen
Tempramen merupakan dasar biologis bagi perbedaan
individu dalam berperilku. Komponen penting dalam tempramen adalah faktor
genetik. Lingkungan juga mempengaruhi perkembangan tempramen selanjutnya.
e.
Ikatan Emosional
Ikatan emosional (emotional attachment) merupakan
hubungan emosional yang dekat antara dua orang dengan karakteristik adanya
kasih sayang antara dua pihak; dan keduanya menginginkan untuk mempertahankan
kedekatan itu. Dalam islam diingatkan bahwa katan emosional ini harus bersifat
konstruktif.[4]
4. Perkembangan
Sosial
1. Identitas diri manusia sebagai khalifah Allah
Sebagai khalifah Allah, manusia merupakan makhluk
sosial multi inteaksi, yang memiliki tanggung jawab baik kepada Allah maupun
kepada manusia.
2. Pembentukan Identitas dan Konflik Psikososial
Pembentukan identitas bukan merupakan sesuatu yang
mudah, namun sangat penting. Pembentukan identitas diri secara kolektif dapat
menjadi identitas sosial yang membentuk dinamika masyarakat tersebut.
3. Mengetahui Orang lain
Al-qur’an mengajarkan manusia untuk mengetahui atau
mengenali atau kelompok sosial lainnya. Dalam masyarakat terdapat berbagai
jenis kelompok, namun segala perbedaan bukan penghalang untuk mengenal orang
ddari kelompok sosial lain.
4. Perkembangan Ruang Sosial
Lingkungan memrupakan salah satu faktor yang penting
dalam membentuk perkembangan anak. Lingkungan pertama yang palig berpengaruh
dalam perkembangan anak adalah lingkungan lingkungan keluarga, kemudian
tetangga (lingkungan pengasuhan anak) dan sekolah.[5]
1. Masa Taklif
(15-18 tahun)
Pada masa
ini anak seharusnya sudah sampai pada titik bernama taklif atau bertanggung
jawab. Bagi lelaki setidaknya fase ini paling lambat dicapai di usia 18 tahun
dan bagi anak perempuan paling lambat dicapai di usia 17 tahun. Tanggung jawab
yang dimaksud selain pada diri sendiri juga tanggung jawab terhadap keluarga,
masyarakat sekitar dan masyarakat secara keseluruhan.
D. Pendidikan
Anak dalam konsep Islam
1.
Bayi (at-thifl)
Yaitu usia bayi sejak lahir sampai dua minngu. Pada usia awal kelahiran
ini manusia amat lemah dan tidak memiliki kemampuan apapun. Pendidikan anak
pada masa ini yaitu orang tua menbacakan adzan di telinga kanan dan iqamah
ditelinga kiri.
2.
Anak yang belum cukup usia (shobbi)
Yaitu usia sekitar 2 minggu
samapi tujuh tahun. Fase ini hendaknya mulai diperkenalkan pendidikan misalnya
dengan memeperlihatkan gambar-gambar serta amalan-amalan yang bersifat
keagamaan.
3.
Aqil (mumayiz)
Dimulai sejak anak berusia
7-9 tahun. Dalam fase ini pendidikannya mulai menuntut ilmu yaitu belajar
membaca, menulis dan berhitung.
4.
Awal Adolense (murahiq)
Dimulai pada usia 9-11
tahun. Fase ini mulai belajar menekuni yang paling disukai sesuai bakat dan
mulai mengamalkan sapa yang sudah dipelajari terutama ajaran agama.
5.
Adolense (yafi’)
Dimulai sejak usia 11 tahun.
Fase ini mempelajari ketrampilan fisik seperti berenang dan memanah serta
menambah wawasan social, lingkungan dan ilmu pengetahuan.
6.
Mature (baligh)
Dimulai sejaka usia 17
tahun. Dalam fase ini anak-anak sudah dibebankan kewajiban (mukalaf), biasanya
ditandai dengan mimpi basah untuk anak laki-laki dan haid untuk anak perempuan,
sehingga anak harus menjalankan kewajiban sholat, puasa zakat, meninggalkan
dosa dan lain sebagainya.[6]
BAB III
PENUTUP
Simpulan
Dengan
memahami fase pertumbuhan dan perkembangan anak secara Islami maka dapat
ditarik kesimpulan bahwa peran orang tua sangat penting dalam menanamkan
nilai-nilai kebaikan dan kebenaran, karena sesuatu yang baik harus selalu benar
menurut syariat agar amalan itu diterima dan diridhai. Sesuatu yang benar dalam
Islam insya Allah mengandung kebaikan. Sesuatu yang baik (dalam pandangan
manusia) tapi tidak benar (melanggar syariat) adalah sesuatu yang sebaiknya
dihindari, apalagi jika salah dan tidak sesuai syariat tentu sudah harus sangat
ditolak.
Yang
tidak kalah penting bahwa dengan mengetahui pertumbuhan dan perkembangan anak,
maka diharapkan pengembangan minat dan bakat anak akan menjadi baik dan anak
dapat tumbuh dan berkembang menjadi seorang individu dewasa yang produktif dan
Islami.
DAFTAR PUSTAKA
Hasan, Aliah B. Purwakania.
2006. Psikologi Perkembangan Islami. Jakarta:
PT Raja Grafindo Perkasa.
Sopiatin, Popi dan sohari Sahrani.
2011. Psikologi Belajar Dalam Perspektif Belajar.
Bogor: Ghalia Indonesia.
http://al-badar.net.
Pertumbuhan dan
perkembangan menurut Islam diakses
tgl 17 November 2014
http://taqwimislamy.com/index.php/en/20-frontpage/587-mengenal-pertumbuhan-dan-perkembangan-anak-menurut-islam. diakses tgl 16
November 2014
[2] http://taqwimislamy.com/index.php/en/20-frontpage/587-mengenal-pertumbuhan-dan-perkembangan-anak-menurut-islam. diakses tgl 16 November 2014
[3] Aliah B. Purwakania
hasan, Psikologi Perkembangan Islami, (Jakarta:
PT Raja Grafindo Perkasa, 2006), hal. 97-151
[6] Popi Sopiatin dan sohari
Sahrani, Psikologi Belajar Dalam Perspektif
Belajar, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2011), hal. 99-103
3 komentar
izin copas boleh????
Surah Al-Ghafir tlong dicek lagi agar orang melihat tidak salah berkelanjutan.
Salam, minta izin untuk dijadikan rujukan. Terima kasih banyak. semoga dipermudahkan urusan
Posting Komentar