PIDATO
IMAN, TAQWA DAN CINTA
Disusun guna memenuhi tugas UTS :
Mata Kuliah : Ilmu Akhlak
Dosen Pengampu : Muchammad Fauzan, M.pd
Disusun Oleh :
Dani Robbina
(2021112137)
Kelas “D”
JURUSAN
TARBIYAH (PAI)
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) PEKALONGAN 2013
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله الّذي
ارسل رسوله شاهدا ومباشرا ونذيرا . وداعيا الى الله باذنه وسراجا منيرا . اللّهمّ
صلّ وسلّم وبارك على عبدك ورسولك سيّدنا محمّد وعلى اله واصحابه الّذين نالواخيرا
. امّابعد
Yang kami muliakan para ‘Alim Ulama’ sesepuh
pinisepuh desa pajomblangan yang senantiasa kita nantikan fatwa serta
nasehatnya. Kepada segenap pengurus masjid Al-Mukaromah desa Pajomblangan kami
hormati dan hadirin hadirat yang dimuliakan Allah SWT. Tidak ada yang patut
kita ucapkan, kecuali ucapan tahmid kepada Allah Tuhan Yang Maha Bijaksana,
karena sampai detik ini kita masih diberikan kesempatan untuk hidup yang lebih
panjang guna mempersiapkan bekal yang sebanyak mungkin dalam menghadapi hidup
yang panjang di Akhirat nanti.
Shalawat dan Salam tetap terlimpahkan atas
penghulu kita Nabi Agung, Nabi Besar Muhammad SAW., kepada keluarga dan para
sahabat beliau serta semua pengikut ajaran-ajaran beliau. Karena lantaran
beliaulah sehingga kita mendapat petunjuk melalui ajaran-ajaran Islam, dan
dengan demikian kita bisa membedakan mana perkara yang haq dan mana perkara
yang bathil.
Hadirin hadirat
yang dimuliakan Allah SWT.
...وَلَقَدْ وَصَّيْنَا الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ
وَإِيَّاكُمْ أَنِ اتَّقُوا اللَّهَ...
“...dan
sesungguhnya Kami telah memerintahkan kepada orang-orang yang diberi kitab
sebelum kamu dan (juga) kepada kamu; bertakwalah kepada Allah...”(QS. An-Nisa: 131)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ
وَلا تَمُوتُنَّ إِلا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah
sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan
dalam keadaan beragama Islam.” (QS. An-Nisa: 102)
Allah berseru dalam ayat tersebut kepada umat
yang beriman untuk bertaqwa kepada-Nya dengan sebenar-benar taqwa. Taqwa bisa
berarti : “melaksanakan perintah-perintah dan meninggalkan segala
larangan-Nya”. Dan bisa pula berarti sehat rohani, jasmani dan sosial. Orang
yang sehat rohaninya akan bisa dan mau menerima kebenaran, bisa berfikir secara
obyektif dan rasional; ia juga mempunyai emosi yang stabil yakni mempergunakan
emosinya itu pada proporsi yang tepat, misalnya : marah pada tempatnya, tertawa
pada saat ia perlu tertawa dan menangis pun bila diperlukan. Dengan demikian
orang yang bertakwa adalah orang yang mempunyai keseimbangan rasio dan emosi.
Adanya keseimbangan inilah hubungan antara jasmani dan rohani dapat dihayati.
Hadirin hadirat
yang dimuliakan Allah SWT.
Sebenarnya takwa itu merupakan manfaat dari
adanya iman; hal ini terbukti dengan ayat tersebut yang didahului dengan
panggilan kepada orang yang beriman “(احّقوا الله)” kemudian dilanjutkan
“( يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّه.).” Jadi dapat
dimengerti, hanya orang yang berimanlah yang bisa bertakwa, sedang orang yang tidak
mempunyai iman, jelas tidak bisa melakukan takwa itu.
Nabi
Muhammad SAW. Menjelaskan pengertian iman dengan sebuah hadits yang
diriwayatkan oleh at-Tabrani: “Iman adalah pengetahuan dalam hati, ucapan
dalam lisan dan perbuatan pada anggota badan.”
وَلا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ
وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولا
“Dan
janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya.
Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta
pertanggungan jawabnya.” (QS. Al isra’ : 36).
Iman yang demikian itu akan mencerminkan
akhlak karimah atau dengan kata lain, akhlak karimah itu dilandasi dengan iman,
karena iman merupakan kunci bagi seseorang untuk melahirkan perbuatan didalam
kehidupan yang diatur ajaran Islam. Dengan iman, orang akan melakukan kebajikan
seperti shalat, zakat, puasa dan sebagainya. Sebaliknya orang yang tidak
beriman akan berprilaku yang tidak sesuai dengan akhlak karimah, sebab lupa
kepada Dzat penciptanya. Keadaan demikian, perlu pengembangan iman dalam rangka
meningkatkan akhlak karimah seseorang.
Derajat iman seseorang itu adalah tingkatan
iman yang menunjukan kebaikan atau perilaku seseorang dapat dilihat pada
indikator-indikator, yaitu kecintaan terhadap perbuatan baik dan tidak senag
berbuat buruk antara lain seperti suka menolong. Karena indikator tidak selalu
mencerminkan yang sebenarnya, seperti ada orang yang beramal tapi tidak
beriman, yaitu orang munafik dan sebaliknya ada orang beriman tapi tidak
beramal yaitu orang fasiq.
Orang
yang ingin dibebaskan dari Neraka dan dimasukan kedalam Surga, hendaknya dia
meninggalkan dunia dalam keadaan beriman kepada Allah dan Hari akhir serta
memberikan kepada orang lain apa yang disenanginya. Seperti halnya dalam
kisah Nabi, bermula ketika Rasulullah SAW. Melakukan perjalanan bersama
sejumlah sahabat. Ketika tiba disebuah tempat, mereka berhenti untuk melepaskan
lelah dan letih, sebagian diantara mereka ada yang mendirikan tenda, sebagian
yang lain berlatih memanah, dan sebagian yang lain lagi megurus hewan
tunggangan, ketika waktu shalat tiba, mereka diseru untuk melaksanakannya, mereka
lalu berkumpul dan bershalat dibelakang Rasulullah SAW.
Selepas melaksanakan shalat, Rasulullah SAW.
Berdiri dan memberi pengarahan, “ Sahabat-sahabat ! sesungguhnya tiada seorang
pun nabi sebelumku kecuali dia harus menunjukan umatnya menuju kebajikan bagi
mereka sesuai dengan apa yang diketahuinya dan harus memberi peringatan kepada
mereka tentang keburukan yang merugikan mereka sesuai dengan apa yang
diketahuinya. Sesungguhnya kebajikan umat kalian ini dijadikan pada generasi
awal, dan generasi kalian yang akhir bakal ditimpa bencana dan pelbagai hal
yang tidak mereka sukai.
“Cobaan demi cobaan bakal datang silih
berganti, sehingga seorang yang beriman diantara mereka akan menyatakan ,
“Inilah yang mencelakaan saya !.”
Begitu cobaan yang satu berlalu, cobaan yang
lain akan muncul, sehingga orang beriman tersebut berkata, “nestapa ini dan
itulah yang akan mencelakakan saya !” Barang siapa yang bersumpah setia kepada
seseorang pemimpin dengan jabat tangan dan kesetiaan sepenuh hati, maka
patuhilah dia jika dia mampu. Dan apabila ada orang lain yang merebut
kepemimpinan dari pemimpin yang telah menerima sumpah kesetiaan itu, maka
tentenglah dia !.”
Hadirin hadirat
yang dimuliakan Allah SWT.
Beberapa indikator orang yang mempunyai
derajat iman yang tinggi, sebagaimana ditemukan dalam al-Qur’an antara alin :
Istiqomah, yaitu sikap konsekuen dalam dalam pendirian tapi bijaksana dan continue
dalam melakukan segala sesuatu; senang berbuat kebaikan; memenuhi amanah dan
adil; berat hati bila melihat orang yang susah dan kasih terhadap orang mukmin;
kreatif dan penuh tawakal; compettetive (berlomba dalam kebaikan);
harmonis dan disiplin waktu. Allah menggarmbarkan sikap orang beriman dalam
firman-Nya :
“(yaitu) orang-orang yang beriman
dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan
mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS. Al-Ra’du 28).
Jika hati menjadi tenang dan tenteram, maka
akan merasakan manisnya iman, berani menanggung resiko, dan yakin bahwa Allah
akan menolong atas segala kesulitan dan kesengsaraan.
Setelah merasakan manisnya iman dan mempunyai
keyakinan terhadap adanya Allah SWT, maka selanjutnya langkah yang harus
dilalui ialah cinta kepada Allah, karena dengan cinta akan tumbuh semangat dalam
beribadah kepada Allah. Namun sungguh setiap
orang pasti ingin mendapatkan kecintaan Allah. Lalu bagaimanakah cara cara
untuk mendapatkan kecintaan tersebut. Ibnul Qayyim rahimahullah menyebutkan
beberapa hal untuk mendapatkan dan meningkatkan cinta kepada Allah, diantaranya adalah :
Pertama, membaca Al Qur’an dengan merenungi dan memahami maknanya.
Hal ini bisa dilakukan sebagaimana seseorang memahami sebuah buku yaitu dia
menghafal dan harus mendapat penjelasan terhadap isi buku tersebut.
Kedua,
mendekatkan diri kepada Allah dengan mengerjakan ibadah yang sunnah, setelah
mengerjakan ibadah yang wajib. Dengan inilah seseorang akan mencapai tingkat
yang lebih mulia yaitu menjadi orang yang mendapatkan kecintaan Allah dan bukan
hanya sekedar menjadi seorang pecinta.
Ketiga,
terus-menerus mengingat Allah dalam setiap keadaan, baik dengan hati dan lisan
atau dengan amalan dan keadaan dirinya. Ingatlah, kecintaan pada Allah akan
diperoleh dengan keadaan dzikir
kepada-Nya.
Keempat,
lebih mendahulukan kecintaan pada Allah daripada kecintaan pada dirinya sendiri, ketika dia dikuasai hawa nafsunya. Begitu pula
dia selalu ingin meningkatkan kecintaan kepada-Nya, walaupun harus menempuh
berbagai kesulitan.
Kelima,
merenungi memperhatikan dan mengenal kebesaran nama dan sifat Allah. Begitu
pula hatinya selalu berusaha memikirkan nama dan sifat Allah tersebut berulang
kali. Barangsiapa mengenal Allah dengan benar melalui nama, sifat dan
perbuatan-Nya, maka dia akan mencintai
Allah.
Keenam,
memperhatikan kebaikan, nikmat dan karunia Allah yang telah Dia berikan kepada kita,
baik nikmat lahir maupun batin. Inilah faktor yang mendorong untuk
mencintai-Nya.
Ketujuh,
inilah yang begitu istimewa, yaitu
menghadirkan hati secara keseluruhan tatkala melakukan ketaatan kepada Allah
dengan merenungkan makna yang terkandung di dalamnya.
Kedelapan,
menyendiri dengan Allah di saat Allah turun ke langit dunia pada sepertiga
malam yang terakhir untuk beribadah dan bermunajat kepada-Nya serta membaca
kalam-Nya (Al Qur’an). Kemudian mengakhirinya dengan istighfar dan taubat
kepada-Nya.
Kesembilan,
duduk bersama orang-orang yang mencintai Allah dan bersama para shidiqin. Kemudian memetik perkataan mereka yang seperti
buah yang begitu nikmat. Kemudian dia pun tidaklah mengeluarkan kata-kata
kecuali apabila jelas maslahatnya dan diketahui bahwa dengan perkataan tersebut
akan menambah kemanfaatan baginya dan juga bagi orang lain.
Kesepuluh,
menjauhi segala sebab yang dapat mengahalangi antara dirinya dan Allah SWT.
Semoga
kita senantiasa mendapatkan kecintaan Allah, itulah yang seharusnya dicari
setiap hamba dalam setiap detak jantung dan setiap nafasnya. Ibnul Qayyim
mengatakan bahwa kunci untuk mendapatkan itu semua adalah dengan mempersiapkan
jiwa (hati) dan membuka mata hati. Dan dapat kita pahami bahwa
untuk meningkatkan kecintaan kita kepada Allah SWT. Harus dengan hati yang
tulus dan bersih, yang semua perbuatannya ditujukan hanya untuk mencari ridha
Allah SWT.
Maka dari itu, kita sebagai hamba Allah yang tak punya
daya dan upaya, yang bisa kita lakukan hanyalah bertakwa, beriman serta
mencinta-Nya, yaitu untuk mendapatkan surga dan balasan dari Allah yang akan
kita terima di dunia ataupun di akhirat nanti.
Demikianlah apa yang bisa kami sampaikan, mudah-mudahan
amal shalih yang telah kita kerjakan selama ini mendapat ridha dari Allah,
serta memperoleh balasan pahala yang berlipat ganda dan kita diberi tambahan
umur yang berkah dan segala kekhilafan kita mendapat pengampunan dari-Nya,
Amin.
Sebagai akhir pidato kami, marilah kita perhatikan dan
kita serapi sabda Rasulullah SAW.
Yang artinya: “Barang siapa yang hari ini lebih baik
dari pada hari kemarin, maka itulah orang yang beruntung. Barang siapa yang
hari ini sama dengan hari kemarin, maka orang itu yang kalah atau rugi. Dan
barang siapa yang hari ini justru lebih jelek dari hari kemarin, maka itu
termasuk orang yang aniaya.”
Semoga Allah SWT. Menunjukan kita ke jalan yang lurus dan
benar, jalan yang di ridhoi-Nya, dan mohon maaf atas segala kesalahan dan
kekhilafan. Amiin..
Sekian dari saya,
apabila ada salah kata saya mohon maaf yang sebesar-besarnya. akhirnya saya
tutup dengan bacaan : اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
DAFTAR PUSTAKA
Muslichudin. Teknik
Pidato-Mc Dengan Contohnya. Surabaya: Karya Ilmu Surabaya.
Miftahurobbani
dan Abu Ahmadi. 1994. Kumpulan Khutbah Setahun. Jakarta: Rineka Cipta.
Mz, Labib.
2002. Tuntunan Berpidato dan Pembawa Acara (Mc) Untuk Kalangan Pelajar dan Umum. Surabaya: Bintang
Usaha Jaya.
http://uripsantoso.wordpress.com di akses tanggal 13 April 13
http://books.google.com di akses tgl 14 April 13
0 komentar
Posting Komentar