Diberdayakan oleh Blogger.

pencarian

Total Tayangan

Post Populer

Blogger templates

Blogroll

Kamis, 16 April 2015

PIDATO IMAN, TAQWA DAN CINTA

PIDATO
IMAN, TAQWA DAN CINTA
Disusun guna memenuhi tugas UTS :
Mata Kuliah : Ilmu Akhlak
Dosen Pengampu : Muchammad Fauzan, M.pd


Disusun Oleh :
Dani Robbina
(2021112137)
Kelas “D”
JURUSAN  TARBIYAH (PAI)
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) PEKALONGAN 2013


السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله الّذي ارسل رسوله شاهدا ومباشرا ونذيرا . وداعيا الى الله باذنه وسراجا منيرا . اللّهمّ صلّ وسلّم وبارك على عبدك ورسولك سيّدنا محمّد وعلى اله واصحابه الّذين نالواخيرا . امّابعد
Yang kami muliakan para ‘Alim Ulama’ sesepuh pinisepuh desa pajomblangan yang senantiasa kita nantikan fatwa serta nasehatnya. Kepada segenap pengurus masjid Al-Mukaromah desa Pajomblangan kami hormati dan hadirin hadirat yang dimuliakan Allah SWT. Tidak ada yang patut kita ucapkan, kecuali ucapan tahmid kepada Allah Tuhan Yang Maha Bijaksana, karena sampai detik ini kita masih diberikan kesempatan untuk hidup yang lebih panjang guna mempersiapkan bekal yang sebanyak mungkin dalam menghadapi hidup yang panjang di Akhirat nanti.
Shalawat dan Salam tetap terlimpahkan atas penghulu kita Nabi Agung, Nabi Besar Muhammad SAW., kepada keluarga dan para sahabat beliau serta semua pengikut ajaran-ajaran beliau. Karena lantaran beliaulah sehingga kita mendapat petunjuk melalui ajaran-ajaran Islam, dan dengan demikian kita bisa membedakan mana perkara yang haq dan mana perkara yang bathil.
Hadirin hadirat yang dimuliakan Allah SWT.
            Pada saat ini kita telah memasuki tahun baru hijriyah 1 Muharam 1433 H, maka marilah kita sambut tahun baru hijriyah ini dengan meningkatkan taqwa kepada Allah dengan sebenar-benar taqwa. Karena taqwa adalah wasiat Allah bagi kaum pendahulu dan orang-orang yang datang berikutnya. Allah SWT. Berfirman:
...وَلَقَدْ وَصَّيْنَا الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَإِيَّاكُمْ أَنِ اتَّقُوا اللَّهَ...
“...dan sesungguhnya Kami telah memerintahkan kepada orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu dan (juga) kepada kamu; bertakwalah kepada Allah...”(QS. An-Nisa: 131)
            Telah menjadi kewajiban bagi setiap muslim mukallaf agar memegang teguh ketakwaan kepada Allah dan membenahi lahiriah dan batiniahnya dengan taqwa kepada-Nya. Kebaikan lahiriah menunjukan kebaikan batiniahnya. Firman Allah :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ 
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam. (QS. An-Nisa: 102)
Allah berseru dalam ayat tersebut kepada umat yang beriman untuk bertaqwa kepada-Nya dengan sebenar-benar taqwa. Taqwa bisa berarti : “melaksanakan perintah-perintah dan meninggalkan segala larangan-Nya”. Dan bisa pula berarti sehat rohani, jasmani dan sosial. Orang yang sehat rohaninya akan bisa dan mau menerima kebenaran, bisa berfikir secara obyektif dan rasional; ia juga mempunyai emosi yang stabil yakni mempergunakan emosinya itu pada proporsi yang tepat, misalnya : marah pada tempatnya, tertawa pada saat ia perlu tertawa dan menangis pun bila diperlukan. Dengan demikian orang yang bertakwa adalah orang yang mempunyai keseimbangan rasio dan emosi. Adanya keseimbangan inilah hubungan antara jasmani dan rohani dapat dihayati.
Hadirin hadirat yang dimuliakan Allah SWT.
Sebenarnya takwa itu merupakan manfaat dari adanya iman; hal ini terbukti dengan ayat tersebut yang didahului dengan panggilan kepada orang yang beriman “(احّقوا الله)” kemudian dilanjutkan “( يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّه.).” Jadi dapat dimengerti, hanya orang yang berimanlah yang bisa bertakwa, sedang orang yang tidak mempunyai iman, jelas tidak bisa melakukan takwa itu.
            Nabi Muhammad SAW. Menjelaskan pengertian iman dengan sebuah hadits yang diriwayatkan oleh at-Tabrani: “Iman adalah pengetahuan dalam hati, ucapan dalam lisan dan perbuatan pada anggota badan.”
Bertolak dari pengertian itu, maka iman harus dihasilkan oleh ilmu dan ma’rifat, pengetahuan dan penghayatan. Keyakinan yang mendalam dalam hati setelah melalui proses pemikiran sehat, sehingga pada gilirannya akan terhujam dalam hati dengan kuat tanpa adanya keragu-raguan, karena itu orang yang beriman tidak boleh hanya ikut-ikutan belaka. Dalam hal ini Allah menandaskan :
وَلا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولا
Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya. (QS. Al isra’ : 36).
Iman yang demikian itu akan mencerminkan akhlak karimah atau dengan kata lain, akhlak karimah itu dilandasi dengan iman, karena iman merupakan kunci bagi seseorang untuk melahirkan perbuatan didalam kehidupan yang diatur ajaran Islam. Dengan iman, orang akan melakukan kebajikan seperti shalat, zakat, puasa dan sebagainya. Sebaliknya orang yang tidak beriman akan berprilaku yang tidak sesuai dengan akhlak karimah, sebab lupa kepada Dzat penciptanya. Keadaan demikian, perlu pengembangan iman dalam rangka meningkatkan akhlak karimah seseorang.
Derajat iman seseorang itu adalah tingkatan iman yang menunjukan kebaikan atau perilaku seseorang dapat dilihat pada indikator-indikator, yaitu kecintaan terhadap perbuatan baik dan tidak senag berbuat buruk antara lain seperti suka menolong. Karena indikator tidak selalu mencerminkan yang sebenarnya, seperti ada orang yang beramal tapi tidak beriman, yaitu orang munafik dan sebaliknya ada orang beriman tapi tidak beramal yaitu orang fasiq.
 Orang yang ingin dibebaskan dari Neraka dan dimasukan kedalam Surga, hendaknya dia meninggalkan dunia dalam keadaan beriman kepada Allah dan Hari akhir serta memberikan kepada orang lain apa yang disenanginya. Seperti halnya dalam kisah Nabi, bermula ketika Rasulullah SAW. Melakukan perjalanan bersama sejumlah sahabat. Ketika tiba disebuah tempat, mereka berhenti untuk melepaskan lelah dan letih, sebagian diantara mereka ada yang mendirikan tenda, sebagian yang lain berlatih memanah, dan sebagian yang lain lagi megurus hewan tunggangan, ketika waktu shalat tiba, mereka diseru untuk melaksanakannya, mereka lalu berkumpul dan bershalat dibelakang Rasulullah SAW.
Selepas melaksanakan shalat, Rasulullah SAW. Berdiri dan memberi pengarahan, “ Sahabat-sahabat ! sesungguhnya tiada seorang pun nabi sebelumku kecuali dia harus menunjukan umatnya menuju kebajikan bagi mereka sesuai dengan apa yang diketahuinya dan harus memberi peringatan kepada mereka tentang keburukan yang merugikan mereka sesuai dengan apa yang diketahuinya. Sesungguhnya kebajikan umat kalian ini dijadikan pada generasi awal, dan generasi kalian yang akhir bakal ditimpa bencana dan pelbagai hal yang tidak mereka sukai.
“Cobaan demi cobaan bakal datang silih berganti, sehingga seorang yang beriman diantara mereka akan menyatakan , “Inilah yang mencelakaan saya !.”
Begitu cobaan yang satu berlalu, cobaan yang lain akan muncul, sehingga orang beriman tersebut berkata, “nestapa ini dan itulah yang akan mencelakakan saya !” Barang siapa yang bersumpah setia kepada seseorang pemimpin dengan jabat tangan dan kesetiaan sepenuh hati, maka patuhilah dia jika dia mampu. Dan apabila ada orang lain yang merebut kepemimpinan dari pemimpin yang telah menerima sumpah kesetiaan itu, maka tentenglah dia !.”
Hadirin hadirat yang dimuliakan Allah SWT.
Beberapa indikator orang yang mempunyai derajat iman yang tinggi, sebagaimana ditemukan dalam al-Qur’an antara alin : Istiqomah, yaitu sikap konsekuen dalam dalam pendirian tapi bijaksana dan continue dalam melakukan segala sesuatu; senang berbuat kebaikan; memenuhi amanah dan adil; berat hati bila melihat orang yang susah dan kasih terhadap orang mukmin; kreatif dan penuh tawakal; compettetive (berlomba dalam kebaikan); harmonis dan disiplin waktu. Allah menggarmbarkan sikap orang beriman dalam firman-Nya :
الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ أَلا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram. (QS. Al-Ra’du 28).
Jika hati menjadi tenang dan tenteram, maka akan merasakan manisnya iman, berani menanggung resiko, dan yakin bahwa Allah akan menolong atas segala kesulitan dan kesengsaraan.
Setelah merasakan manisnya iman dan mempunyai keyakinan terhadap adanya Allah SWT, maka selanjutnya langkah yang harus dilalui ialah cinta kepada Allah, karena dengan cinta akan tumbuh semangat dalam beribadah kepada Allah. Namun sungguh setiap orang pasti ingin mendapatkan kecintaan Allah. Lalu bagaimanakah cara cara untuk mendapatkan kecintaan tersebut. Ibnul Qayyim rahimahullah menyebutkan beberapa hal untuk mendapatkan dan meningkatkan cinta kepada Allah, diantaranya adalah :
Pertama, membaca Al Qur’an dengan merenungi dan memahami maknanya. Hal ini bisa dilakukan sebagaimana seseorang memahami sebuah buku yaitu dia menghafal dan harus mendapat penjelasan terhadap isi buku tersebut.
Kedua, mendekatkan diri kepada Allah dengan mengerjakan ibadah yang sunnah, setelah mengerjakan ibadah yang wajib. Dengan inilah seseorang akan mencapai tingkat yang lebih mulia yaitu menjadi orang yang mendapatkan kecintaan Allah dan bukan hanya sekedar menjadi seorang pecinta.
Ketiga, terus-menerus mengingat Allah dalam setiap keadaan, baik dengan hati dan lisan atau dengan amalan dan keadaan dirinya. Ingatlah, kecintaan pada Allah akan diperoleh  dengan keadaan dzikir kepada-Nya.
Keempat, lebih mendahulukan kecintaan pada Allah daripada kecintaan pada dirinya sendiri, ketika dia dikuasai hawa nafsunya. Begitu pula dia selalu ingin meningkatkan kecintaan kepada-Nya, walaupun harus menempuh berbagai kesulitan.
Kelima, merenungi memperhatikan dan mengenal kebesaran nama dan sifat Allah. Begitu pula hatinya selalu berusaha memikirkan nama dan sifat Allah tersebut berulang kali. Barangsiapa mengenal Allah dengan benar melalui nama, sifat dan perbuatan-Nya, maka dia akan mencintai Allah.
Keenam, memperhatikan kebaikan, nikmat dan karunia Allah yang telah Dia berikan kepada kita, baik nikmat lahir maupun batin. Inilah faktor yang mendorong untuk mencintai-Nya.
Ketujuh, inilah yang begitu istimewa, yaitu menghadirkan hati secara keseluruhan tatkala melakukan ketaatan kepada Allah dengan merenungkan makna yang terkandung di dalamnya.
Kedelapan, menyendiri dengan Allah di saat Allah turun ke langit dunia pada sepertiga malam yang terakhir untuk beribadah dan bermunajat kepada-Nya serta membaca kalam-Nya (Al Qur’an). Kemudian mengakhirinya dengan istighfar dan taubat kepada-Nya.
Kesembilan, duduk bersama orang-orang yang mencintai Allah dan bersama para shidiqin. Kemudian memetik perkataan mereka yang seperti buah yang begitu nikmat. Kemudian dia pun tidaklah mengeluarkan kata-kata kecuali apabila jelas maslahatnya dan diketahui bahwa dengan perkataan tersebut akan menambah kemanfaatan baginya dan juga bagi orang lain.
Kesepuluh, menjauhi segala sebab yang dapat mengahalangi antara dirinya dan Allah SWT.
Semoga kita senantiasa mendapatkan kecintaan Allah, itulah yang seharusnya dicari setiap hamba dalam setiap detak jantung dan setiap nafasnya. Ibnul Qayyim mengatakan bahwa kunci untuk mendapatkan itu semua adalah dengan mempersiapkan jiwa (hati) dan membuka mata hati. Dan dapat kita pahami bahwa untuk meningkatkan kecintaan kita kepada Allah SWT. Harus dengan hati yang tulus dan bersih, yang semua perbuatannya ditujukan hanya untuk mencari ridha Allah SWT.
Maka dari itu, kita sebagai hamba Allah yang tak punya daya dan upaya, yang bisa kita lakukan hanyalah bertakwa, beriman serta mencinta-Nya, yaitu untuk mendapatkan surga dan balasan dari Allah yang akan kita terima di dunia ataupun di akhirat nanti.
Demikianlah apa yang bisa kami sampaikan, mudah-mudahan amal shalih yang telah kita kerjakan selama ini mendapat ridha dari Allah, serta memperoleh balasan pahala yang berlipat ganda dan kita diberi tambahan umur yang berkah dan segala kekhilafan kita mendapat pengampunan dari-Nya, Amin.
Sebagai akhir pidato kami, marilah kita perhatikan dan kita serapi sabda Rasulullah SAW.
Yang artinya: “Barang siapa yang hari ini lebih baik dari pada hari kemarin, maka itulah orang yang beruntung. Barang siapa yang hari ini sama dengan hari kemarin, maka orang itu yang kalah atau rugi. Dan barang siapa yang hari ini justru lebih jelek dari hari kemarin, maka itu termasuk orang yang aniaya.”
Semoga Allah SWT. Menunjukan kita ke jalan yang lurus dan benar, jalan yang di ridhoi-Nya, dan mohon maaf atas segala kesalahan dan kekhilafan. Amiin..
 Sekian dari saya, apabila ada salah kata saya mohon maaf yang sebesar-besarnya. akhirnya saya tutup dengan bacaan :  اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
DAFTAR PUSTAKA

Muslichudin. Teknik Pidato-Mc Dengan Contohnya. Surabaya: Karya Ilmu                     Surabaya.                                                                                   
Miftahurobbani dan Abu Ahmadi. 1994. Kumpulan Khutbah Setahun. Jakarta: Rineka Cipta.
Mz, Labib. 2002. Tuntunan Berpidato dan Pembawa Acara (Mc) Untuk Kalangan     Pelajar dan Umum. Surabaya: Bintang Usaha Jaya.
http://uripsantoso.wordpress.com di akses tanggal 13 April 13
http://books.google.com di akses tgl 14 April 13

0 komentar

Posting Komentar