BAB II
PEMBAHASAN
A.
Q.S. At-Taubah ayat
24
1.
Ayat Al-Qur’an
قُلْ اِنْ كَانَ ابَاؤُكُمْ وَاَبْنَاؤُكُم وَاِخْوَانُكُمْ
وَاَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيْرَتُكُمْ وَاَمْوَالُ ن اقْتَرَفْتُمُوْهَا وَتِجَارَةٌ
تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسكِنُ تَرْضَوْنَهَا اَحَبَّ اِلَيْكُمْ مِّنَ الله
وَرَسُوْلِه وَجِهَادٍ فِي سَبِيْلِه فَتَرَبَّصُوْا حَتَّي يَأْتِيَ اللهُ بِاَمْرِه
وَاللهُ لاَيَهْدِي القَوْمَ الفسِقِيْنَ.
Artinya: “katakanlah,
‘jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum kerabat, harta
kekayaan yang kalian usahakan, perniagaan yang kalian khawatirkan kerugian, dan
rumah-rumah tempat tinggal yang kalian sukai, adalah lebih kalian cintai
daripada Allah swt dan rasul-Nya dan (daripada) berjihad di jalan-Nya, maka
tunggulah sampai Allah SWT mendatangkan
keputusan-Nya.’ Dan Allah swt tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.”
2.
Makna Mufrodat
اَلْعَشِيْرَةُ : kaum kerabat terdekat yang diantara kewajibannya ialah tolong menolong
الاِقْتِرَافُ : mengusahakan
كَسَادُ التِّجَارَةِ : kerugian berdagang
التَّرَبُّصُ : menunggu
3.
Munasabah
“ayat yang lalu
menerangkan keutamaan berjihad dan keuntungan hijrah serta akibat rusaknya
amal-amal kaum musyrikin walaupun amalnya itu adalah amal yang baik seperti
memberi minuman jama’ah haji dan memakmurkan masjidilharam. Ayat berikutnya ini
menjelaskan bahwa semua amal itu tidak akan sempurna, kecuali kaum muslimin
telah melepaskan diri dari kekuasaan kaum musyrikin, dan lebih mengutamakan
cinta kepada Allah swt daripada cinta kepada ibu, bapak, anak, saudara, suami,
istri, keluarga, harta dan tempat tinggal.”[2]
4.
Asbabun Nuzul
Ali Ibnu Abu
Thalib pun mengatakan pula kepada orang-orang yang telah ia kenal baik
sebelumnya: “ Tidaklah kalian berhijrah, tidaklah kalian menyusul Rasulullah
saw ?” maka mereka menjawab : “kami akan tetap bermukim (di Mekah) bersama saudara-saudara
kami, kabilah kami dan menempati rumah-rumah kami sendiri”. Lalu turunlah ayat
firman-Nya : “katakanlah, jika bapak-bapak kalian.......(Q. S.at.Taubah 24).[3]
5.
Tafsir
Peringatan ayat
yang lalu belum menyentuh hati sementara orang apalagi hubungan kekeluargaan
seringkali menjadikan seseorang lengah, karena itu ayat ini memperjelas
larangan tersebut dan mempertegas ancamannya dengan memerintahkan kepada Nabi SAW:
Hai Muhammad, katakanlah: jika bapak-bapak kamu yang merupakan manusia yang seharusnya
paling kamu hormati dan taati, anak-anak kamu yang biasanya kamu paling cintai,
saudara-saudara kamu yang merupakan orang-orang yang sedarah daging dengan
kamu, istri-istri kamu yang menjadi pasangan hidup kamu, kaum keluarga kamu
yang kamu paling andalkan dalam membela dan mendukung kamu, harta kekeyaan yang
kamu usahakan dan kamu membanting tulang untuk memperolehnya, perniagaan yang
kamu khawatiri kerugiaannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai,
lebih kamu cintai daripada Allah swt dan Rasul-Nya dan daripada berjihad di
jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah swt mendatangkan keputusan-Nya” yang
tidak dapat kamu elakan, yakni menjatuhkan sanksi atas sikap buruk itu. Jika
itu yang terus kamu lakukan maka sesungguhnya kamu telah menjadi oarang-orang
fasik yang keluar dan menyimpang dari tuntutan Ilahi. Dan Allah swt tidak
memberi petunjuk kepada orang-orang fasik, yakni tidak membimbing dan memberi
kemampuan untuk mengamalkan pesan-pesan-Nya.
Ayat ini bukan
berarti melarang mencintai keluarga atau harta benda. Betapa ia melarangnya
padahal cinta terhadap harta dan anak adalah naluri manusia. Al-Qur’an pun
menbenarkan hal tersebut. Rujuklah antara lain firman-Nya dalam QS.al-Imron(3):
14. Ayat ini hanya mengingatkan jangan sampai kecintaan kepada hal-hal tersebut
melampaui batas sehingga menjadikan ia dipilih sambil mengorbankan kepentingan
Agama. Karena itulah sehingga ayat di atas menggunakan kata (اَحَبَّ) ahabba/ lebih kamu cintai. Memang
kecintaan kepada sesuatu diukur ketika seseorang dihadapkan kepada dua hal atau
lebih yang harus dipilih salah satunya. Dalam konteks ini jika kenikmatan
duniawi disandingkan dengan nilai-nilai Ilahi, lalu harus dipilih salah satunya
maka cinta yang lebih besar akan terlihat saat menjatuhkan pilihannya.[4]
6. Aspek
Tarbawi
Dengan
demikian ayat ini memberi peringatan sebagai berikut:
a. Bahwa
cinta anak terhadap bapak adalah naluri yang ada pada tiap-tiap diri manusia.
Anak sebagai keturunan dari bapaknya adalah mewarisi sebagian sifat-sifat dari
tabiat-tabiat bapaknya.
b. Bahwa cinta bapak kepada anaknya adalah naluri juga, bahkan
lebih mendalam lagi karena anak merupakan jantung hati yang diharapkan
melanjutkan keturunan dan meneruskan sejarah hidupnya. Dalam hal ini bapak rela
menanggung segala macam pengorbanan untuk kebahagiaan masa depan anaknya.
c. Bahwa cinta kepada saudara dan karib kerabat adalah suatu cinta
yang berjalan dalam rangka pelaksanaan hidup dan kehidupan tolong-menolong,
bantu-membantu dan bela-membela baik kehidupan rumah tangga maupun kehidupan
bermasyarakat. Cinta yang demikian itu akan menumbuhkan perasaan hormat-menghormati
dan sayang-menyayangi.
d. Bahwa cinta suami istri adalah cinta yang terpadu antara dua
jenis makhluk yang akan membina keturunan dan membangun rumah tangga untuk
kebahagiaan hidup dan kehidupan dalam dunia dan akhirat. Oleh karena itu
keutuhan hubungan suami istri yang harmonis menjadi pokok bagi kerukunan dan
kebahagiaan hidup dan kehidupan yang diidam-idamkan.
e. Bahwa
cinta terhadap harta dalam segala jenis bentuknya baik harta usaha, warisan,
perdagangan maupun rumah tempat tinggal dan lain-lain adalah cinta yang sudah
menjadi tabiat manusia. Semua yang dicintai merupakan kebutuhan yang tidak
dapat terpisahkan bagi hidup dan kehidupan manusia yang diusahakannya dengan
menempuh segala jalan yang dihalalkan Allah swt. Adapun cinta kepada Allah swt.
wajib didahulukan daripada segala macam cinta tersebut di atas karena Dialah
yang memberi hidup dan kehidupan dengan segala macam karunia-Nya kepada manusia
dan Dialah yang bersifat sempurna dan Maha Suci dari segala kekurangan. Begitu
juga cinta kepada Rasulullah saw. haruslah lebih dahulu diutamakan pula karena
Rasulullah saw. itu diutus Allah swt. untuk membawa petunjuk dan menjadi rahmat
bagi alam semesta.
Firman Allah:
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ
Artinya:
Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.”
(Q.S. Ali Imran: 31)
Dan sabda Rasulullah saw.:
لا يؤمن أحدكم حتى أكون أحب إليه من والده وولده والناس أجمعين
Artinya:
“Tidaklah sempurna iman salah seorang kamu sebelum ia mencintai aku lebih dari mencintai orang tuanya, anak anaknya dan manusia seluruhnya. “
(H.R. Bukhari, dan Muslim dari Anas)
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ
Artinya:
Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.”
(Q.S. Ali Imran: 31)
Dan sabda Rasulullah saw.:
لا يؤمن أحدكم حتى أكون أحب إليه من والده وولده والناس أجمعين
Artinya:
“Tidaklah sempurna iman salah seorang kamu sebelum ia mencintai aku lebih dari mencintai orang tuanya, anak anaknya dan manusia seluruhnya. “
(H.R. Bukhari, dan Muslim dari Anas)
B. Q.S. An-Nahl
Ayat 78
1. Ayat
Al-Qur’an
yoyÏ«øùF{$#ur »|Áö/F{$#ur
nìôJ¡¡9$# ãNä3s9
@yèy_ur $\«øx© cqßJn=÷ès?
w öNä3ÏF»yg¨Bé&
ÈbqäÜç/ .`ÏiB
Nä3y_t÷zr&
ª!$#ur
crãä3ô±s?Nä3ª=yès9
Artinya: “Dan Allah mengeluarkan kalian dari perut ibu kalian dalam keadaan
tidak mengetahui sesuatupun dan
Dia memberi kalian pendengaran penglihatan
dan hati agar kalian
bersyukur”.
2. Makna Mufrodat
$\«øx© cqßJn=÷ès?
w
öNä3ÏF»yg¨Bé&
ÈbqäÜç/ .`ÏiB
Nä3y_t÷zr&
ª!$#ur
(Dan
Allah mengeluarkan kalian dari perut ibu kalian dalam keadaan tidak mengetahui
sesuatupun) jumlah kalimat laa
ta’lamuuna syai-an berkedudukan menjadi hal atau kalimat keterangan — yìôJ¡¡9$# ãNä3s9
@yèy_ur (dan Dia memberi kalian pendengaran) lafaz as-sam‘u bermakna
jamak, sekalipun lafaznya mufrad — t»|Áö/F{$#ur
noyÏ«øùF{$#ur (penglihatan dan hati) kalbu — öNä3ª=yès9
crãä3ô±s? — (agar kalian
bersyukur) kepada-Nya atas hal-hal tersebut, oleh karenanya kalian beriman
kepadanya.[5]
3. Munasabah
Pada Ayat-ayat yang lalu dijelaskan tentang
ketidakpantasan patung dan berhala untuk disembah, dan larangan bagi manusia
untuk mengadakan tandingan atau sekutu bagi Allah. Pada ayat-ayat berikut ini,
diterangkan tentang kesempurnaan nikmat dan rahmat Allah kepada manusia, baik
pada diri mereka sendiri maupun pada alam semesta, agar mereka mengesakan
Allah, tidak mempersekutukan-Nya, dan beribadah hanya kepada-Nya.[6]
4. Asbabun Nuzul
Dalam Al-Qur’an surat An-Nahl ayat 78 tidak
terdapat asbabun nuzulnya.
5. Tafsir
Menurut Tafsir jalalainوَاللهُ اَخْرَجَكُمْ مِنْ بُطُوْنِ اُمَّهَاتِكُمْ
لَاتَعْلَمُوْنَ شَيْئَا (Dan Allah mengeluarkan kalian dari perut ibu
kalian dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun) jumlah kalimat lata’lamuna
syai-an berkedudukan menjadi hal atau kalimat keterangan -وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ (Dan Dia memberi kalian pendengaran) lafadz as-sam’u
bermakna jamak, sekalipun lafadznya mufrad وَالْاَفْئِدَةْ وَالْاَبْصَارَ (penglihatan dan hati)
kalbu – لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ (agar kalian bersyukur) kepada-Nya atas
hal-hal tersebut, oleh karenanya kalian beriman kepada-Nya.[7]
Dalam Tafsir
Al-Misbah, Ayat ini menyatakan : Dan sebagaimana Allah mengeluarkan
kamu beradasar kuasa dan ilmu-Nya dari perut ibu-ibu kamu sedang
tadinya kamu tidak wujud, maka demikian juga Dia dapat mengeluarkan kamu dari
perut bumi dan menghidupkan kamu kembali. Ketika Dia mengeluarkan kamu dari
ibi-ibu kamu, kamu semua dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun yang ada di sekeliling kamu dan Dia
menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan-penglihatan dan aneka hati,
sebagai bekal dan alat-alat untuk meraih pengetahuan agar kamu bersyukur
dengan menggunakan alat-alat tersebut sesuai dengan tujuan Allah menganugrahkannya
kepada kamu.[8]
Dan dalam Tafsir al-maraghi, Allah menjadikan kalian mengetahui apa yang tidak
kalian ketahui, setelah Dia mengeluarkan kalian dari dalam perut ibu. Kemudian
memberi kalian akal yang dengan itu kalian dapat memahamin membedakan antara
yang baik dan yang buruk, antara petunjuk dengan kesesatan, dan antara yang
salah dan yang benar; menjadikan pendengaran bagi kalian, yang dengan itu
kalian dapat mendengar suara-suara, sehingga sebagian kalian dapat memahami
dari sebagian yang lain apa yang saling kalian perbincangkan; menjadikan
penglihatan yang dengan itu kalian dapat melihat orang-orang, sehingga kalian dapat saling mengenal dan
membedakan antara sebagian dengan sebagian yang lain; menjadikan perkara –
perkara yang kalian butuhkan dalam hidup ini, sehingga kalian dapat mengetahui
jalan, lalu kalian menempuhnya untuk beruhsaha mencari rezeki dan
barang-barang, agar kalian dapat memilih yang baik dan meninggalkan yang buruk.
Demikian halnya dengan seluruh perlengkapan dan aspek kehidupan.
لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ
Dengan harapan kalian dapat bersyukur kepada-Nya dengan menggunakan
nukmat-nikmat-Nya dalam tujuannya yang untuk itu ia diciptakan, dapat
beribbadah kepada-Nya, dan agar dengan setiap anggota tubuh kalian melaksnankan
ketaatan kepada-Nya.[9]
5. Aspek Tarbawi
Makna yang terkandung dalam ayat ini adalah Allah mengajarkan kita
apa yang sebelumnya tidak kita ketahui, yaitu sesudah Allah mengeluarkan dari
perut ibu kita tanpa memahami dan mengetahui sesuatu apapun. Allah mengkaruniakan
kepada kita pendengaran, penglihatan, dan hati sebagai bekal dan alat-alat
potensial untuk meraih pengetahuan agar kita bersyukur, yaitu dengan
memberdayakan dan menggunakan alat-alat tersebut sesuai dengan tujuan Allah
menganugrahinya kepada manusia.
Seperti, akal untuk memahami dan membedakan antara yang baik dan
buruk. Kemudian Allah membuka mata kita untuk melihat apa yang tidak kita lihat
sebelumnya, dan memberi kita telinga untuk mendengar suara-suara sehingga
sebagian dari kita memahami perbincangan kalian, serta memberi kita mata untuk
melihat berbagai sosok, sehingga kalian dapat saling mengenal dan membedakan.
BAB III
PENUTUP
Simpulan
Dari
pembahasan dua ayat diatas dapat diketahui bahwa kita hidup di dunia ini harus
mempunyai rasa cinta, dan rasa cinta itu harus lebih mengutamakan cinta kepada Allah swt , Rasul dan berjihad dijalan-Nya daripada cinta kepada ibu, bapak, anak, saudara, suami, istri,
keluarga, harta dan tempat tinggal. Dan dengan cinta kepada Allah kita bisa lebih
mengetahui bahwa kita dilahirkan dari perut ibu dengan keadaan tidak mengetahui
dan membawa sesuatupun melainkan semuanya itu atas kuasa Allah SWT., dengan itu
kita bisa lebih meningkatkan ibadah kita dan lebih mensyukuri nikmat-nikmat-Nya
DAFTAR PUSTAKA
Departemen
Agama RI. 2009. al-Qur’an
al-Bayan. Jakarta: C.V. Bayan Qur’an.
Imam Jalaluddin
al-Mahalli dan Imam Jalaluddin as-Suyuti. 2009. Tafsir Jalalain Jilid I. Bandung: Sinar
Baru Algensindo.
Mustofa
al-Maraghi, Ahmad. 1992. Tafsir al-Maraghi. Semarang: PT.
Karya Toha Putra.
Shihab, M.Quraish. 2002, Tafsir Al-Mishbah Jilid 5. Jakarta: Lentera Hati.
Shihab, M.
Quraish. 2005, Tafsir Al-Misbah jilid 7. Jakarta:
Lentera hati.
[1] Ahmad
Mustofa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, ( Semarang, PT. Karya Toha Putra, 1992) hal. 135-136
[2] Departemen
Agama RI, Al-Qur’an al-Bayan, (Jakarta, CV Bayan Qur’an, 2009), hal. 190
[3] Imam Jalaluddin al-Mahalli dan Imam
Jalaluddin as-Suyuti, tafsir Jalalain jilid I,( Bandung, Sinar Baru Algensindo, 2009), hal. 779
[5] Imam
Jalaluddin al-mahali dan Imam Jalaluddin as-suyuti, Tafsir Jalalain (Bandung:
Sinar Baru Algesindo, 2009), cet.ke-7, hlm. 389.
[6] Loc. Cit hal.
275
[7] Imam
Jalaluddin Al Mahali dan Imam Jalaluddin As-Suyuti, Tafsir Jalalain terjemah
Bahrun Abu Bakar (Bandung, Sinar Baru
Algesindo, 2009), hal. 1035
[8] M. Quraish
Shihab. Tafsir Al-Misbah jilid 7. (Jakarta:
Lentera hati. 2005). hal. 303
[9] Ahmad
Musthafa, Tafsir al-Maraghi. ( Semarang: CV. Thaha Putra, 1987), hal.
212-213
0 komentar
Posting Komentar