Diberdayakan oleh Blogger.

pencarian

Total Tayangan

Post Populer

Blogger templates

Blogroll

Kamis, 28 Mei 2015

Micro Teaching (Pendalaman Materi Aqidah)

MATERI AQIDAH AKHLAQ KELAS X SEMESTER I

A.  Standar Kompetensi
1.    Memahami Iman Kepada Allah.

B.     Kompetensi Dasar
1.1  Menjelaskan pengertian Sifat wajib bagi Allah.
1.2  Menyebutkan sifat-sifat wajib bagi Allah.
1.3 Menjelaskan pembagian sifat-sifat wajib bagi Allah.

A.  Pengertian sifat Wajib bagi Allah
Kata “Allah” dosebutkan dalam al-Qur’an sebagai asma Tuhan yang berhak disembah, Tuhan yang mencipta dan memelihara alam semsta.
Sidamping kata “Allah” yang menjadi asma Tauhan itu Al-Qur’an juga menyebut banyak nama-nama Tuhan, masing-masing menunjukan salah satu sifatnya. Sifat-sifat Allah yang terkandung dalam banyak asmaNy yang disebut dalam Al-Qur’an itu secara keseluruhan menggambarkan “kesempurnaan mutlak” bagi Allah dan tidak satupun selain Allah yang menyamainya.
Al-Qur’an surat Asy-Syuura :11 menegaskan:
 }§øŠs9 ¾ÏmÎ=÷WÏJx. Öäïx« ...
…tidak ada sesuatupun ,menyamainya Dia…”.
Al-qur’an dalam menyebutkan sifat-sifat Allah erat hubungannya dengan kandungan ayat-ayatnya. Menyebut sifat Allah sesuatu ayat tertentu, dimaksudkan agar kandungan ayat itu benar-benar dirasakan oleh yang membaca atau mendengarnya.
          Musalnya dalam Al-Qur’an surat Ibrahim: dinyatakan bahwa andaikata seluruh umat manusia di atas bumin mengingkari nikmat Allah, hal itu tidaj akan mempengaruhi sedikitpun sifat tuhan yang maha karya dan maha terpuji. Tuhan tetap akan menyediakan rejeki untuk semua hambaNya.
tA$s%ur #ÓyqãB bÎ) (#ÿrãàÿõ3s? ÷LäêRr& `tBur Îû ÇÚöF{$# $YèŠÏHsd  cÎ*sù ©!$# ;ÓÍ_tós9 îŠÏHxq ÇÑÈ
8. Dan Musa berkata: "Jika kamu dan orang-orang yang ada di muka bumi semuanya mengingkari (nikmat Allah) Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya[782] lagi Maha Terpuji".
[782]  Maksudnya: Allah tidak memerlukan syukur hamba-hamba-Nya.
Al-Qur’an surat Annisa: 106 yang memerintahkan agar orang senantiasa minta ampun kepada Allah atas dosa-dosa yang diperbuat, ditutup dengan menyebut sifat Allah yang maha pengampun dan maha penyanyang, untuk membesarkan harapan orang bahwa permohonan ampun itu pasti akan dikabulkan Tuhan.
̍ÏÿøótGó$#ur ©!$# ( žcÎ) ©!$# tb%x. #Yqàÿxî $VJŠÏm§ ÇÊÉÏÈ  
106. “Dan mohonlah ampun kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
Alqur’an surat Al-baqarah : 181 yang memperingatkan agar orang jangan merubah isi wasiat seorang yang akan meninggal, yang diamanatkan kepadanya, diakhiri dengan menyebut Sifat Allah yang maha mengetahui kepada perbuatan orang yang merubahnya, dimaksudkan agar orang jangan berani merubah isi wasiat yang diamanatkan kepada kepadanya itu.
.`yJsù ¼ã&s!£t/ $tBy÷èt/ ¼çmyèÏÿxœ !$uK¯RÎ*sù ¼çmßJøOÎ) n?tã tûïÏ%©!$# ÿ¼çmtRqä9Ïdt7ム4 ¨bÎ) ©!$# ììÏÿxœ ×LìÎ=tæ ÇÊÑÊÈ
181. Maka barangsiapa yang mengubah wasiat itu, setelah ia mendengarnya, Maka Sesungguhnya dosanya adalah bagi orang-orang yang mengubahnya. Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.
Dari beberapa contoh ayat al-Qur’an yang menyebutkan sifat-sifat Allah itu, dapat diperoleh kesimpulan bahwa dengan mengtahui sifat-sifat Allah, prang akan dapat lebih mengenal kepada Allah, Tuhan yang mutlak Maha Esa dan hanya Dia yang berhak di sembah.
Kita dapat meyakinkan bahwa hanya Allah sajalah yang memiliki sifat-sifat ketuhanan itu, oleh karenanya hanya Allah sendirilah Tuhan yang sebenarnya. Selain Allah tidak patut dijunjung tinggi untuk dipertuhankan, betapa tinggi tingkatan ketuhanannya[1]
Allah adalah nama Dzat yang Maha sempurna dan yang Maha Agung. Dan untuk nama Allah juga disebut ism al-jalalah. Dzatnya adalah tunggal, tidak terdiri dari unsure-unsur dan bagian-bagian dan tidak ada suatu apapun yang serupa dengannya. Dan karena itu manusia dilarang berpikir tentang Dzat Allah karena tidak dapat mengetahuinya. Manusia dipanggil untuk menggunakan akalnya untuk memikirkan ala mini dan segala isinya, tidak untuk memikirkan dzat Allah yang ghaib itu dan tidak ada yang serupa dengan-Nya.
Beriman kepada Allah berarti manusia wajib beriktikad dengan penuh yakin akan sifat-sifat wajib bagi Allah, sifat yang mustahil serta sifat-sifat yang harus bagi-Nya.[2]
B.  Sifat-sifat Wajib Bagi Allah
Adapun sifat-sifat yang wajib bagi Allah, yakni sifat-sifat yang merupakan kesempurnaan Uluhiyyah-Nya dan kebesaran rububiyyah-Nya ada tiga belas sifat. Demikian pula jumlah sifat yang mustahil bagi-Nya. Sedangkan yang harus bagi Allah hanya ada satu sifat saja. Penjelasan masing-masing sifat tersebut adalah sebagai berikut:
1.    Wujud artinya Ada, lawannya tidak ada
2.    Qidam artinya Dahulu, lawannya baharu
3.    Baqa’ artinya Kekal, lawanya binasa
4.    Mukhalafatuhu lil-hawadis artinya Berbeda dari semua makhluk, lawanya serupa dengan makhluk
5.    Qiyamuhu bi nafsihi artinya Berdiri sendiri, lawanya berdiri dengan lainnya
6.    Wahdaniyyah artinya Esa, lawanya banyak
7.    Qudrah artinya Kuasa, lawanya lemah
8.    Iradat artinya Berkehendak, lawanya tidak berkehendak
9.    Ilmu artinya Mengetahui, lawanya tidak mengetahui
10.     Hayat artinya Hidup, lawanya mati
11.     Sama artinya Mendengar, lawanya tuli
12.     Basar artinya Melihat, lawanya buta
13.     Kalam artinya Berfirman, lawanya bisu[3]
C.  Pembagian Sifat- Wajib Bagi Allah
Sifat Al-Wujud disebut sifat An-Nafsiyyah karena antara wujud engan Dzat tidak mungkin tergambar dengan akal perbedaan dan perpisahan. Sedangkan sifat-sifat yang disebut pada nomor 2 sampai dengan nomor 6 dosebut sifat-sifat As-Salbiyyah, karena ia menafikan sifat-sifat lawanya yang hanya sesuai sepenuhnya dengan makhluk dan mustahil adanya pada Dzat Allah. Yaitu sifat Baharu, binasa, bergantung pada orang lain, dan sebagainya adalah sifat yang dimiliki oleh manusia karena ia adalah tidak sempurna.
Adapun sifat-sifat Allah yang disebut pada nomor 7 sampai dengan nomor 13 adalah sifat Al-Ma’ani, karena ia menambah makna kesempurnaan pada Dzat Allah. Jika pun terdapat sifat-sifat tersebut pada manusia, maka persamaanya hanya pada lahir atau lafal saja, tidak pada hakikat, Allah mempunyai sifat ‘Ilmu dan juga manusia mempunyai sifat ilmu, tetapi ilmu Allah dalah Mutlak, sedangkan ilmu manusia adalah relatif. Allah mengetahui sesuatu peristiwa di alam ini sebelum terjadinya, sedangkan manusia mengetahui setelah terjadinya.
Dan dengan adanya sifat-sifat Al-Ma’ani, maka Allah juga mempunyai sifat Al-Ma’nawiyyah, Jumlah sifat ini ada tujuh, yaitu: al-‘alim Artinya Maha Mengetahui, Al-Murid Artinya Yang Berkehendak, Al-Qadir artinya Yang Mahakuasa, Al-Hayyu artinya Yang Mahahidup, As-Sami’ artinya Yang Maha Mendengar, Al-Basir Artinya Yang Maha Melihat, Al-Mutakallim Artinya Yang Maha Berkata-kata.
Adapun sifat yang harus dibagi Allah dalah satu, yaitu Allah harus atau boleh berbuat sesuatu yang mungkin menurut kehendak dan Kuasa-Nya. Allah boleh menghidupkan atau mematikan manusia, member rezeki, member nikmat atau menghilangkannya, dan sebagainya. Dengen demikian sifat-sifat Allah itu ada dua puluh sifat yang wajib, dua puluh yang mustahil, dan satu yang harus.
Penjelasan ringkas sifat-sifat tersebut adalah sebagai berikut:
1.    Wujud
Perlu diingatkan bahwa antara wujud dan Dzat tidak dapat dipisahkan, dan akal manusia tidak dapat menggambarkan perpisahan antara keduanya. Jika Allah mempunyai Wujud tentunya Allah mempunyai Dzat. Demikian pula sebaliknya.
2.      Al-Qidam
Maksudnya ialah bahwa adalah Kadim, yakni tidak ada awal dan akhir Wujud-Nya. Wujud-Nya tidak didahului oleh tiada. Lawanya adalah “Baharu” yang mustahil adanya pada Allah SWT. Sebabnya, Jika Allah itu Baharu, berarti ada awal untuk wujud-Nya, dan ini sama halnya dengan makhluk yang berhajat kepada yang lain untuk menjadikannya. Dan yang ini berhajat juga denganyang lain lagi begitu pula seterusnya tanpa da akhirnya. Yang seperti ini mustahi adanya pada akal.
3.    Al-Baqa’
Yang dimaksud dengan sifat Baqa’ ialah bahwa Allah SWT. Tidak ada akhir bagi wujudnya dan karena itu mustahil bagi-Nya fana atau binasa. Apabila Allah itu Kadim, yakni tidak ada awal bagi-Nya, maka tentunya pula tidak ada akhir bagi-Nya, yakni Dia Kekal selama-lamanya.
4.    Mukhalafatu li Al-Hawadits
Yang dimaksud dengan sifat ini ialah bahwa Allah SWT. Tidak setrupa atau berbeda dengan apapun dari ala mini, baik pada Dzat, pada sifat maupun perbuatan. Sebab, jika Allah serupa dengan makhluk yang diciptakany-Nya, maka tentunya Dia juga Baharu seperti apa yang diciptakan-nya. Dan jika ia Baharu, maka dia tidaklah Kadim, sedangkan kita telah mengetahui bahwa Dia sudah pasti sebagai Dzat yang Kadim. Jadi Allah mustahil bersifat dengan “Baharu” dan mustahil serupa dengan yang baharu.
5.    Qiyamuhu bi Nafsihi
Maknanya ialah bahwa Allah berdiri dengan Dzat-Nya, tidak bergantung kepada suatu selain diri-Nya. Dia Mahakaya pada Dzat, sifat dan perbuatan-Nya, karena dia adalah Kadim. Semua makhluk bergantung dan berhajat kepada-Nya, sedangkan Dia tidak berhajat kepada siapapun dari makhluk ini. Allah Mahakaya lagi Maha Terpuji. Jika Dia berhajat dan bergantung kepada yang lain maka tentunya Dia adalah kurang, tidak sempurna dan yang kurang adalah Baharu, sedangkan Allah dalah Kadim seperti yang telah dibuktikan diatas.
6.    Wahdaniyyah
Artinya Allah SWT. Adalh Esa pada Dzat, Esa pada sifat dan Esa pada perbuatan-Nya. Tidak suatu pun dalam ala mini berserikat dengan Allah dalam perkara itu.
Allah Esa pada Dzat-Nya, artinya tidak terdiri dari unsur-unsur atau bagian seperti halnya manusia. Sebab, jika demikian, maka Dia adalah Bahariu, seperti makhluk ini, dan ini mustahil, karena telah mengakui bahwa Dia adalah Kadim, tidak ada awal bagi wujud-Nya.
Allah adalah Esa pada Sifat-Nya, kareana jika ada seseorang manusia mempunyai sifat seperti sifat Allah dalam kesempurnaan, maka tentunya dia juga seperti Tuhan yang memiliki sifat kesempurnaan. Hal ini adalah mustahil seperti yag telah disebut di atas. Dan karena itu hanya Allah sendiri saja yang memiliki sifat-sifat kesempurnaan, tidak bagi yang selain-Nya. Kesempurnaan itu khas milik Allah saja sedangkan manusia itu bersifat kekurangan. Dan jika ada suatu sufat yang sama antara Allah dan manusia, maka persamaan itu hanya pada bahasa saja, tidak pada hakikat, karena Allah itu bersifat mutlak dan manusia bersifat nisbi atau relatif seperti yang telah dijelakan di atas.
Allah juga Esa dalam perbuatan, artinya tidak ada seorang pun yang mampu melakukan perbuatan yang menyerupai perbuatan Allah. Sebab, jika prbuatannya sama sepenuhnya dengan perbuatany Allah, ,aka berarti dia mempunyai sifat sperti sifat Allah dan selanjutnya dia juga tuhan selain Allah. Dan ini adalah mustahi karena Allah itu hanya satu seperti yang telah dijelaskan.
7.    ‘Ilmu
Maksudnya ialah bahwa Allah Maha Mengetahui segala sesuatu, baik yang di bumi maupun yang di langit. Tidak suatu jua oun yang luotu dari ilmu Allah. Sebabnya, ialah bahwa Tuhan adalah Dzat yang Mahasempurna dan karena itu Dia wajib bersifat dengan ilmu sebagai suatu sifat kesempurnaan. Dan jika tidak, Maka Allah bersifat dengan sifat jahil atau bodoh yang merupakan sifat kekurangan dan yang berlawanan dengan kesempurnaan. Oleh karena itu mustahil Allah bersifat dengan sifat jahil dan Dia wajib bersifat dengan ilmu yang merupakan kesempurnaan-Nya.
Ilmu Allah tidak berubah karena perubahan apa yang diketahui-Nya. Allah mengetahui segala sesuatu yang ada mengikut adanya. Jika da suatu yang berubah, maka perubahan itu tidak mempengaruhi ilmu Allah, karena Allah telah mengetahuinya sebelum ia terjadi, pada waktu ia terjadi, dan sesudah ia terjadi. Dalam hal ini semua, ilmu Allah Adalah satu, tidak berubah. Jadi, jika ada suatu yang berubah, maka perubahan itu mengikuti ilmu Allah karena Allah telah mengetahuinya sejak zaman Azali. Demikianlah seharusnya yang dapat dipahami dari sifat ilmu, karena Allah adalah Mahasempurna.
8.    Iradah dan Qudrah
Maksudnya ialah bahwa Allah mempunyai sifat “Kehendak” dalam hal-hal yang mungkin, tidak dalam hal yang mustahil pada akal. Artinya, Allah tidak wajib dan tidak terpaksa dalam berbuat dan melih sesuatu, karena DIa adalah bebas dalam kehendak-Nya. Hidup atau ,atinya seseorang adalah dua hal yang mungkin buka mustahil, dan jika salah satu yang terjadi, maka itu karena ditentukan oleh kehendak0Nya semata. Demikian juga jika seseorang mempunyai warna kulit tertentu, panjang badanya atau umurnya, dan lain-lain, maka itu semua karena kehendak-Nya semata, tidak ada suatu kuasa yang memajsa-Nya berbuatu seperti itu. Kerja iradah atau kehendak dalam hal-hal yang mungkin seperti itu dapat ditampsilkan seperti apa yang sekarang disebut “perencanaan” yakni mempuat suatu rancangan berdasarkan ilmu. Sedangkan sifat Qudrah (Kuasa) adalah melaksanakan apa yang telah direncankana dan ditentukan oleh iradah (kehendak). Dengan demikian, bbaik Iradah maupun Qudrah hanya berlaku pad hal-hal yang mungkin, tidak pada hal-hal yang wajib dan mustahil pada akal. Karena yang wajib pada akal ialah hal yang mesti ada dan tidak mungkin tiada binasa. Sedangkan yang mustahil pada akal ialah hal yang tidak ada dan tidak menerima wujud dalam keadaan apa pun jua.
Sifat Iradah dan Qudrah Allah meliputi segala hal yang mungkin, sehingga DIa tidak mencipta sesuatu yang tidak dikehendaki-Nya dualam ini. Jika tidak demikianm Maka Allah adalah lalai atau terpaksa dalam mencipta dan ini adalah suatu yang mustahil berlaku atas Allah. Begitu juga tidak ada sesuatu yang terjadi didalam kerajaan Allah meainkan berdasarkan kuasa-Nya karena Dia mustahil bersifat lemh dan terpaksa. Sifat Iradah dan Qudrah adalah termasuk sifat-sifat kesempurnaan yang wajibadanya pada Allah. Sedangkan sifat lemah dan terpaksa dalam mencipta adalah sifat-sifat kekurangan yang mustahil adanya pada Allah.
Alam raya ini yang terbentang luas di hadapan kita merupakan ynag terbuka yang dalamnya jika kita dapat membaca tanda-tanda kehendak dan kuasa Allah yang sangat nyata. Dan setelah kita merenung sejenak, kita dapat merasai dengan hati yang penuh khusyuk dan kagum tentang kebesarandan keagungan-Nya; dan bersamaan dengan itu pula kita merasai dengan penuh sadar bahwa kita adalah hamba dari pencipta alam semesta, sehingga dengan kesadaran itu kita hanya tunduk dan taat sepenuhnya hanya kepada-Nya semata. Setiap saat kita menyaksikan berbagai peristiwa yang terjadi disekitar kita, baik yang kecil maupun yang besar, dan apabila peristiwa-peristiwa itu dibaca dengan pikiran terbuka dan hati yang sadar, maka akan terungkaplah kepada kita perwujudan sifat Iradah dan Qudrah Allah pada ala mini. Inilah sebabnya kita selalu dihimbau dan diseru untuk senantiasa membaca ayat-ayat kebesaran dan kekuasaan Allah di alam ini
9.    Hayah
Yang dimaksud dengan sifat Hayyah adalah bahwa Allah SWT. Itu Mahahidup. Sifat ini, seperti sifat Iradah dan Qudrah,  adalah diantara sidat kesempurnaan dan karenanya. Allah wajib bersifat dengan sifat Hayyah dan mustahil bersifat mati atau binasa. Dan karean Allah adalah Dzat yang mahasempurna, maka wajiblah Dia bersifat Hayyah, dan jika tidak, maka pastilah tidak mungkin ada pada-Nya sifat-sifat kesempurnaan. Sifat Hayyah adalah asas badi wujudnya sifat-sifat kesempurnaan dan tidak mungkin tergambar dalam pikiran adanya sifat-sifat Allah jika sekiranya Allah tidak memiliki sifat tersebut.


10.Sama’ dan Bashar
Yang dimaksud dengan sifat sama’ ialah bahwa Allah SWT. Maha Mendengar apa yang dapat didengar. Dan sifat ini seperti juga sifat-sifat Allah yang lain adalah tidak sama dengan sifat-sifat manusia yang mendengar dengan telinga. Dan sifat ini merupakan sifat kesempurnaan bagi Allah, dank arena itu mustahil bagi-Nya bersifat tidak mendengar atau pekak yang terdapat pada manusia.
Demikian pula Allah wajib bersifat dengan Bashar, akni Maha Melihat apa yang dapat dilihat. Dan sifat ini juga termasuk sifat kesempurnaan dan karean itu mustahil bagi Allah SWT. Bersifat buta seperti yang terdapat dalam kalangan manusia.
11.  Kalam
Yang dimaksud dengansifat Kalam ialah bahwa Allah SWT. Wajib bersifat dengan Kalam, yakni berbicara, karean sifat ini merupkan sifat kesempurnaan bagin-Nya. Dan karena itu mustahil bagi Allah yang Maha sempurna bersifat bisu yang lazim terdapat dalam kalangan manusia. Terdapan adanya pesmaan anatara Kalam Allah dengan Kalam Manusia, maka itu hanya pada bahasa atau lafal saja tidak pada hakikat, karean sifat Kalam pada Allah adalah Kadaim dan tidak terdiri dari huruf-huruf yang merupakan bahasa Indonesia. Sedangkan Al-Qur’an yang ditulis dalam bahasa Arab yang merupakan manifestasi dari sifat Kalam yang Kadim itu terdiri dari huruf-huruf dan karena itu ia adalah Baharu.
Dengan sifat Kala mini, Allah menyampaikan apa yang dikehendaki kepada Rasul-Nya, yakni wahyu, untuk disampaikan kepada umat manusia. Dengan melalui wahyu ini terwujudlah ajaran-ajaran yang kemudian membentuk suatu agama yang disebut Islam. Kadim Islam adalah agama wahyu yang berasala dari Kalam Allah.[4]


KESIMPULAN

Iman Kepada Allah, Tuhan yang sebenarnya itu, kita tidak diperintahkan membahas hal-hal yang memang tidak mungkin tercapai oleh akal, sebab kemampuan akal manusia amat terbatas. Misalnya, akal tidak dapat mengetahui dengan sebenarnya tentang Dzat Allah.
Secara garis besar Al-Qur’an telah menggariskan bahwa tidak ada sesuatupun yang menyamai Allah. Penegasan ini sudah cukup untuk menjadi garis pemisah antara Allah yang mencipta alam semesta dengan alam semesta yang diciptakan oleh Allah. Allah bukan alam semesta, dan alam semesta buka Allah. Dan alam semesta itulah yang justru menjadi bukti yang nyata tentang adanya Allah.



















DAFTAR PUSTAKA
Basyar, Ahmad Azhar. 1995. Pendidikan Agama Islam cet. Ke-5 Yogyakarta: Perpustakaan Fakultas Hukum UII.
Daudy, Ahmad. 1997. Kuliah Akidah Islam. Jakarta: Bulan Bintang.




[1] Ahmad Azhar Basyir, Pendidikan Agama Islam cet. Ke-5 (Yogyakarta: Perpustakaan Fakultas Hukum UII, 1995), hal., 58-61
[2]     Ahmad Daudy, Kuliah Akidah Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1997), hal., 70-71
[3] Ibid, hal., 71-72
[4] Ibid., hal., 72-86

1 komentar

Unknown 13 November 2015 pukul 18.20
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

Posting Komentar