MATERI
AQIDAH AKHLAQ KELAS X SEMESTER I
A.
Standar
Kompetensi
1.
Memahami
Iman Kepada Allah.
B.
Kompetensi
Dasar
1.1
Menjelaskan
pengertian Sifat wajib bagi Allah.
1.2
Menyebutkan
sifat-sifat wajib bagi Allah.
A.
Pengertian sifat Wajib bagi Allah
Kata “Allah” dosebutkan dalam al-Qur’an sebagai asma Tuhan yang
berhak disembah, Tuhan yang mencipta dan memelihara alam semsta.
Sidamping kata “Allah” yang menjadi asma Tauhan itu Al-Qur’an juga
menyebut banyak nama-nama Tuhan, masing-masing menunjukan salah satu sifatnya.
Sifat-sifat Allah yang terkandung dalam banyak asmaNy yang disebut dalam
Al-Qur’an itu secara keseluruhan menggambarkan “kesempurnaan mutlak” bagi Allah
dan tidak satupun selain Allah yang menyamainya.
Al-Qur’an surat Asy-Syuura :11
menegaskan:
}§øs9… ¾ÏmÎ=÷WÏJx. Öäïx« ...
“…tidak ada sesuatupun ,menyamainya Dia…”.
Al-qur’an dalam menyebutkan sifat-sifat Allah erat hubungannya
dengan kandungan ayat-ayatnya. Menyebut sifat Allah sesuatu ayat tertentu,
dimaksudkan agar kandungan ayat itu benar-benar dirasakan oleh yang membaca
atau mendengarnya.
Musalnya dalam
Al-Qur’an surat Ibrahim: dinyatakan bahwa andaikata seluruh umat manusia di
atas bumin mengingkari nikmat Allah, hal itu tidaj akan mempengaruhi sedikitpun
sifat tuhan yang maha karya dan maha terpuji. Tuhan tetap akan menyediakan
rejeki untuk semua hambaNya.
tA$s%ur #ÓyqãB bÎ) (#ÿrãàÿõ3s? ÷LäêRr& `tBur Îû ÇÚöF{$# $YèÏHsd cÎ*sù ©!$# ;ÓÍ_tós9 îÏHxq ÇÑÈ
8. Dan Musa berkata: "Jika kamu dan orang-orang yang ada
di muka bumi semuanya mengingkari (nikmat Allah) Maka Sesungguhnya Allah Maha
Kaya[782] lagi Maha Terpuji".
[782]
Maksudnya: Allah tidak memerlukan syukur hamba-hamba-Nya.
Al-Qur’an surat Annisa: 106 yang memerintahkan agar orang
senantiasa minta ampun kepada Allah atas dosa-dosa yang diperbuat, ditutup
dengan menyebut sifat Allah yang maha pengampun dan maha penyanyang, untuk
membesarkan harapan orang bahwa permohonan ampun itu pasti akan dikabulkan
Tuhan.
“ÌÏÿøótGó$#ur ©!$# ( cÎ) ©!$# tb%x. #Yqàÿxî $VJÏm§ ÇÊÉÏÈ
106.
“Dan mohonlah ampun kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang”.
Alqur’an surat Al-baqarah : 181 yang memperingatkan agar orang
jangan merubah isi wasiat seorang yang akan meninggal, yang diamanatkan
kepadanya, diakhiri dengan menyebut Sifat Allah yang maha mengetahui kepada
perbuatan orang yang merubahnya, dimaksudkan agar orang jangan berani merubah
isi wasiat yang diamanatkan kepada kepadanya itu.
.`yJsù ¼ã&s!£t/ $tBy÷èt/ ¼çmyèÏÿx !$uK¯RÎ*sù ¼çmßJøOÎ) n?tã tûïÏ%©!$# ÿ¼çmtRqä9Ïdt7ã 4 ¨bÎ) ©!$# ììÏÿx ×LìÎ=tæ ÇÊÑÊÈ
181. “Maka
barangsiapa yang mengubah wasiat itu, setelah ia mendengarnya, Maka
Sesungguhnya dosanya adalah bagi orang-orang yang mengubahnya. Sesungguhnya
Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui”.
Dari beberapa contoh ayat al-Qur’an yang menyebutkan sifat-sifat
Allah itu, dapat diperoleh kesimpulan bahwa dengan mengtahui sifat-sifat Allah,
prang akan dapat lebih mengenal kepada Allah, Tuhan yang mutlak Maha Esa dan
hanya Dia yang berhak di sembah.
Kita dapat meyakinkan bahwa hanya Allah sajalah yang memiliki
sifat-sifat ketuhanan itu, oleh karenanya hanya Allah sendirilah Tuhan yang
sebenarnya. Selain Allah tidak patut dijunjung tinggi untuk dipertuhankan,
betapa tinggi tingkatan ketuhanannya[1]
Allah adalah nama Dzat yang Maha sempurna dan yang Maha Agung. Dan
untuk nama Allah juga disebut ism al-jalalah. Dzatnya adalah tunggal, tidak
terdiri dari unsure-unsur dan bagian-bagian dan tidak ada suatu apapun yang
serupa dengannya. Dan karena itu manusia dilarang berpikir tentang Dzat Allah
karena tidak dapat mengetahuinya. Manusia dipanggil untuk menggunakan akalnya
untuk memikirkan ala mini dan segala isinya, tidak untuk memikirkan dzat Allah
yang ghaib itu dan tidak ada yang serupa dengan-Nya.
Beriman kepada Allah berarti manusia wajib beriktikad dengan penuh
yakin akan sifat-sifat wajib bagi Allah, sifat yang mustahil serta sifat-sifat
yang harus bagi-Nya.[2]
B.
Sifat-sifat Wajib Bagi Allah
Adapun sifat-sifat yang wajib bagi Allah, yakni sifat-sifat yang
merupakan kesempurnaan Uluhiyyah-Nya dan kebesaran rububiyyah-Nya
ada tiga belas sifat. Demikian pula jumlah sifat yang mustahil bagi-Nya.
Sedangkan yang harus bagi Allah hanya ada satu sifat saja. Penjelasan
masing-masing sifat tersebut adalah sebagai berikut:
1. Wujud
artinya Ada, lawannya tidak ada
2. Qidam
artinya Dahulu, lawannya baharu
3. Baqa’
artinya Kekal, lawanya binasa
4. Mukhalafatuhu
lil-hawadis artinya Berbeda dari semua makhluk, lawanya serupa dengan makhluk
5. Qiyamuhu
bi nafsihi artinya Berdiri sendiri, lawanya berdiri dengan lainnya
6. Wahdaniyyah
artinya Esa, lawanya banyak
7. Qudrah
artinya Kuasa, lawanya lemah
8. Iradat
artinya Berkehendak, lawanya tidak berkehendak
9. Ilmu
artinya Mengetahui, lawanya tidak mengetahui
10. Hayat
artinya Hidup, lawanya mati
11. Sama
artinya Mendengar, lawanya tuli
12. Basar
artinya Melihat, lawanya buta
C.
Pembagian Sifat- Wajib Bagi Allah
Sifat Al-Wujud disebut sifat An-Nafsiyyah karena
antara wujud engan Dzat tidak mungkin tergambar dengan akal perbedaan
dan perpisahan. Sedangkan sifat-sifat yang disebut pada nomor 2 sampai dengan
nomor 6 dosebut sifat-sifat As-Salbiyyah, karena ia menafikan
sifat-sifat lawanya yang hanya sesuai sepenuhnya dengan makhluk dan mustahil
adanya pada Dzat Allah. Yaitu sifat Baharu, binasa, bergantung pada
orang lain, dan sebagainya adalah sifat yang dimiliki oleh manusia karena ia
adalah tidak sempurna.
Adapun sifat-sifat Allah yang disebut pada nomor 7 sampai dengan
nomor 13 adalah sifat Al-Ma’ani, karena ia menambah makna kesempurnaan
pada Dzat Allah. Jika pun terdapat sifat-sifat tersebut pada manusia,
maka persamaanya hanya pada lahir atau lafal saja, tidak pada hakikat, Allah
mempunyai sifat ‘Ilmu dan juga manusia mempunyai sifat ilmu, tetapi ilmu Allah
dalah Mutlak, sedangkan ilmu manusia adalah relatif. Allah mengetahui sesuatu
peristiwa di alam ini sebelum terjadinya, sedangkan manusia mengetahui setelah
terjadinya.
Dan dengan adanya sifat-sifat Al-Ma’ani, maka Allah juga mempunyai
sifat Al-Ma’nawiyyah, Jumlah sifat ini ada tujuh, yaitu: al-‘alim Artinya
Maha Mengetahui, Al-Murid Artinya Yang Berkehendak, Al-Qadir
artinya Yang Mahakuasa, Al-Hayyu artinya Yang Mahahidup, As-Sami’
artinya Yang Maha Mendengar, Al-Basir Artinya Yang Maha Melihat, Al-Mutakallim
Artinya Yang Maha Berkata-kata.
Adapun sifat yang harus dibagi Allah dalah satu, yaitu Allah harus
atau boleh berbuat sesuatu yang mungkin menurut kehendak dan Kuasa-Nya. Allah
boleh menghidupkan atau mematikan manusia, member rezeki, member nikmat atau
menghilangkannya, dan sebagainya. Dengen demikian sifat-sifat Allah itu ada dua
puluh sifat yang wajib, dua puluh yang mustahil, dan satu yang harus.
Penjelasan ringkas sifat-sifat tersebut adalah sebagai berikut:
1.
Wujud
Perlu
diingatkan bahwa antara wujud dan Dzat tidak dapat dipisahkan, dan akal
manusia tidak dapat menggambarkan perpisahan antara keduanya. Jika Allah
mempunyai Wujud tentunya Allah mempunyai Dzat. Demikian pula sebaliknya.
2.
Al-Qidam
Maksudnya ialah
bahwa adalah Kadim, yakni tidak ada awal dan akhir Wujud-Nya. Wujud-Nya tidak
didahului oleh tiada. Lawanya adalah “Baharu” yang mustahil adanya pada Allah
SWT. Sebabnya, Jika Allah itu Baharu, berarti ada awal untuk wujud-Nya, dan ini
sama halnya dengan makhluk yang berhajat kepada yang lain untuk menjadikannya.
Dan yang ini berhajat juga denganyang lain lagi begitu pula seterusnya tanpa da
akhirnya. Yang seperti ini mustahi adanya pada akal.
3.
Al-Baqa’
Yang dimaksud
dengan sifat Baqa’ ialah bahwa Allah SWT. Tidak ada akhir bagi wujudnya
dan karena itu mustahil bagi-Nya fana atau binasa. Apabila Allah itu Kadim,
yakni tidak ada awal bagi-Nya, maka tentunya pula tidak ada akhir bagi-Nya,
yakni Dia Kekal selama-lamanya.
4.
Mukhalafatu
li Al-Hawadits
Yang dimaksud
dengan sifat ini ialah bahwa Allah SWT. Tidak setrupa atau berbeda dengan
apapun dari ala mini, baik pada Dzat, pada sifat maupun perbuatan.
Sebab, jika Allah serupa dengan makhluk yang diciptakany-Nya, maka tentunya Dia
juga Baharu seperti apa yang diciptakan-nya. Dan jika ia Baharu, maka dia
tidaklah Kadim, sedangkan kita telah mengetahui bahwa Dia sudah pasti sebagai Dzat
yang Kadim. Jadi Allah mustahil bersifat dengan “Baharu” dan mustahil serupa
dengan yang baharu.
5.
Qiyamuhu
bi Nafsihi
Maknanya ialah
bahwa Allah berdiri dengan Dzat-Nya, tidak bergantung kepada suatu
selain diri-Nya. Dia Mahakaya pada Dzat, sifat dan perbuatan-Nya, karena
dia adalah Kadim. Semua makhluk bergantung dan berhajat kepada-Nya, sedangkan
Dia tidak berhajat kepada siapapun dari makhluk ini. Allah Mahakaya lagi Maha
Terpuji. Jika Dia berhajat dan bergantung kepada yang lain maka tentunya Dia
adalah kurang, tidak sempurna dan yang kurang adalah Baharu, sedangkan Allah
dalah Kadim seperti yang telah dibuktikan diatas.
6.
Wahdaniyyah
Artinya Allah
SWT. Adalh Esa pada Dzat, Esa pada sifat dan Esa pada perbuatan-Nya.
Tidak suatu pun dalam ala mini berserikat dengan Allah dalam perkara itu.
Allah Esa pada Dzat-Nya,
artinya tidak terdiri dari unsur-unsur atau bagian seperti halnya manusia.
Sebab, jika demikian, maka Dia adalah Bahariu, seperti makhluk ini, dan ini
mustahil, karena telah mengakui bahwa Dia adalah Kadim, tidak ada awal bagi
wujud-Nya.
Allah adalah
Esa pada Sifat-Nya, kareana jika ada seseorang manusia mempunyai sifat seperti
sifat Allah dalam kesempurnaan, maka tentunya dia juga seperti Tuhan yang
memiliki sifat kesempurnaan. Hal ini adalah mustahil seperti yag telah disebut
di atas. Dan karena itu hanya Allah sendiri saja yang memiliki sifat-sifat
kesempurnaan, tidak bagi yang selain-Nya. Kesempurnaan itu khas milik Allah
saja sedangkan manusia itu bersifat kekurangan. Dan jika ada suatu sufat yang
sama antara Allah dan manusia, maka persamaan itu hanya pada bahasa saja, tidak
pada hakikat, karena Allah itu bersifat mutlak dan manusia bersifat nisbi atau
relatif seperti yang telah dijelakan di atas.
Allah juga Esa
dalam perbuatan, artinya tidak ada seorang pun yang mampu melakukan perbuatan
yang menyerupai perbuatan Allah. Sebab, jika prbuatannya sama sepenuhnya dengan
perbuatany Allah, ,aka berarti dia mempunyai sifat sperti sifat Allah dan
selanjutnya dia juga tuhan selain Allah. Dan ini adalah mustahi karena Allah
itu hanya satu seperti yang telah dijelaskan.
7.
‘Ilmu
Maksudnya ialah
bahwa Allah Maha Mengetahui segala sesuatu, baik yang di bumi maupun yang di
langit. Tidak suatu jua oun yang luotu dari ilmu Allah. Sebabnya, ialah bahwa Tuhan
adalah Dzat yang Mahasempurna dan karena itu Dia wajib bersifat dengan
ilmu sebagai suatu sifat kesempurnaan. Dan jika tidak, Maka Allah bersifat
dengan sifat jahil atau bodoh yang merupakan sifat kekurangan dan yang
berlawanan dengan kesempurnaan. Oleh karena itu mustahil Allah bersifat dengan
sifat jahil dan Dia wajib bersifat dengan ilmu yang merupakan kesempurnaan-Nya.
Ilmu Allah
tidak berubah karena perubahan apa yang diketahui-Nya. Allah mengetahui segala
sesuatu yang ada mengikut adanya. Jika da suatu yang berubah, maka perubahan
itu tidak mempengaruhi ilmu Allah, karena Allah telah mengetahuinya sebelum ia
terjadi, pada waktu ia terjadi, dan sesudah ia terjadi. Dalam hal ini semua,
ilmu Allah Adalah satu, tidak berubah. Jadi, jika ada suatu yang berubah, maka
perubahan itu mengikuti ilmu Allah karena Allah telah mengetahuinya sejak zaman
Azali. Demikianlah seharusnya yang dapat dipahami dari sifat ilmu, karena Allah
adalah Mahasempurna.
8.
Iradah
dan Qudrah
Maksudnya ialah
bahwa Allah mempunyai sifat “Kehendak” dalam hal-hal yang mungkin, tidak dalam
hal yang mustahil pada akal. Artinya, Allah tidak wajib dan tidak terpaksa
dalam berbuat dan melih sesuatu, karena DIa adalah bebas dalam kehendak-Nya.
Hidup atau ,atinya seseorang adalah dua hal yang mungkin buka mustahil, dan
jika salah satu yang terjadi, maka itu karena ditentukan oleh kehendak0Nya
semata. Demikian juga jika seseorang mempunyai warna kulit tertentu, panjang
badanya atau umurnya, dan lain-lain, maka itu semua karena kehendak-Nya semata,
tidak ada suatu kuasa yang memajsa-Nya berbuatu seperti itu. Kerja iradah atau
kehendak dalam hal-hal yang mungkin seperti itu dapat ditampsilkan seperti apa
yang sekarang disebut “perencanaan” yakni mempuat suatu rancangan berdasarkan
ilmu. Sedangkan sifat Qudrah (Kuasa) adalah melaksanakan apa yang telah
direncankana dan ditentukan oleh iradah (kehendak). Dengan demikian, bbaik Iradah
maupun Qudrah hanya berlaku pad hal-hal yang mungkin, tidak pada
hal-hal yang wajib dan mustahil pada akal. Karena yang wajib pada akal ialah
hal yang mesti ada dan tidak mungkin tiada binasa. Sedangkan yang mustahil pada
akal ialah hal yang tidak ada dan tidak menerima wujud dalam keadaan apa pun jua.
Sifat Iradah
dan Qudrah Allah meliputi segala hal yang mungkin, sehingga DIa tidak mencipta
sesuatu yang tidak dikehendaki-Nya dualam ini. Jika tidak demikianm Maka Allah
adalah lalai atau terpaksa dalam mencipta dan ini adalah suatu yang mustahil berlaku
atas Allah. Begitu juga tidak ada sesuatu yang terjadi didalam kerajaan Allah
meainkan berdasarkan kuasa-Nya karena Dia mustahil bersifat lemh dan terpaksa.
Sifat Iradah dan Qudrah adalah termasuk sifat-sifat kesempurnaan yang
wajibadanya pada Allah. Sedangkan sifat lemah dan terpaksa dalam mencipta
adalah sifat-sifat kekurangan yang mustahil adanya pada Allah.
Alam raya ini
yang terbentang luas di hadapan kita merupakan ynag terbuka yang dalamnya jika
kita dapat membaca tanda-tanda kehendak dan kuasa Allah yang sangat nyata. Dan
setelah kita merenung sejenak, kita dapat merasai dengan hati yang penuh
khusyuk dan kagum tentang kebesarandan keagungan-Nya; dan bersamaan dengan itu
pula kita merasai dengan penuh sadar bahwa kita adalah hamba dari pencipta alam
semesta, sehingga dengan kesadaran itu kita hanya tunduk dan taat sepenuhnya
hanya kepada-Nya semata. Setiap saat kita menyaksikan berbagai peristiwa yang
terjadi disekitar kita, baik yang kecil maupun yang besar, dan apabila
peristiwa-peristiwa itu dibaca dengan pikiran terbuka dan hati yang sadar, maka
akan terungkaplah kepada kita perwujudan sifat Iradah dan Qudrah Allah pada ala
mini. Inilah sebabnya kita selalu dihimbau dan diseru untuk senantiasa membaca
ayat-ayat kebesaran dan kekuasaan Allah di alam ini
9.
Hayah
Yang dimaksud
dengan sifat Hayyah adalah bahwa Allah SWT. Itu Mahahidup. Sifat ini,
seperti sifat Iradah dan Qudrah, adalah diantara sidat kesempurnaan dan
karenanya. Allah wajib bersifat dengan sifat Hayyah dan mustahil
bersifat mati atau binasa. Dan karean Allah adalah Dzat yang
mahasempurna, maka wajiblah Dia bersifat Hayyah, dan jika tidak, maka
pastilah tidak mungkin ada pada-Nya sifat-sifat kesempurnaan. Sifat Hayyah
adalah asas badi wujudnya sifat-sifat kesempurnaan dan tidak mungkin tergambar
dalam pikiran adanya sifat-sifat Allah jika sekiranya Allah tidak memiliki
sifat tersebut.
10.Sama’ dan Bashar
Yang
dimaksud dengan sifat sama’ ialah bahwa Allah SWT. Maha Mendengar apa yang
dapat didengar. Dan sifat ini seperti juga sifat-sifat Allah yang lain adalah
tidak sama dengan sifat-sifat manusia yang mendengar dengan telinga. Dan sifat
ini merupakan sifat kesempurnaan bagi Allah, dank arena itu mustahil bagi-Nya
bersifat tidak mendengar atau pekak yang terdapat pada manusia.
Demikian
pula Allah wajib bersifat dengan Bashar, akni Maha Melihat apa yang
dapat dilihat. Dan sifat ini juga termasuk sifat kesempurnaan dan karean itu
mustahil bagi Allah SWT. Bersifat buta seperti yang terdapat dalam kalangan manusia.
11.
Kalam
Yang dimaksud
dengansifat Kalam ialah bahwa Allah SWT. Wajib bersifat dengan Kalam,
yakni berbicara, karean sifat ini merupkan sifat kesempurnaan bagin-Nya. Dan
karena itu mustahil bagi Allah yang Maha sempurna bersifat bisu yang lazim
terdapat dalam kalangan manusia. Terdapan adanya pesmaan anatara Kalam Allah
dengan Kalam Manusia, maka itu hanya pada bahasa atau lafal saja tidak
pada hakikat, karean sifat Kalam pada Allah adalah Kadaim dan tidak
terdiri dari huruf-huruf yang merupakan bahasa Indonesia. Sedangkan Al-Qur’an
yang ditulis dalam bahasa Arab yang merupakan manifestasi dari sifat Kalam
yang Kadim itu terdiri dari huruf-huruf dan karena itu ia adalah Baharu.
Dengan sifat
Kala mini, Allah menyampaikan apa yang dikehendaki kepada Rasul-Nya, yakni
wahyu, untuk disampaikan kepada umat manusia. Dengan melalui wahyu ini
terwujudlah ajaran-ajaran yang kemudian membentuk suatu agama yang disebut
Islam. Kadim Islam adalah agama wahyu yang berasala dari Kalam Allah.[4]
KESIMPULAN
Iman Kepada Allah, Tuhan yang sebenarnya itu, kita tidak
diperintahkan membahas hal-hal yang memang tidak mungkin tercapai oleh akal,
sebab kemampuan akal manusia amat terbatas. Misalnya, akal tidak dapat
mengetahui dengan sebenarnya tentang Dzat Allah.
Secara garis besar Al-Qur’an telah
menggariskan bahwa tidak ada sesuatupun yang menyamai Allah. Penegasan ini
sudah cukup untuk menjadi garis pemisah antara Allah yang mencipta alam semesta
dengan alam semesta yang diciptakan oleh Allah. Allah bukan alam semesta, dan alam
semesta buka Allah. Dan alam semesta itulah yang justru menjadi bukti yang
nyata tentang adanya Allah.
DAFTAR
PUSTAKA
Basyar, Ahmad Azhar. 1995. Pendidikan Agama Islam cet. Ke-5
Yogyakarta: Perpustakaan Fakultas Hukum UII.
Daudy, Ahmad. 1997. Kuliah Akidah
Islam. Jakarta: Bulan Bintang.
1 komentar
Posting Komentar