Diberdayakan oleh Blogger.

pencarian

Total Tayangan

Post Populer

Blogger templates

Blogroll

Featured 1

Curabitur et lectus vitae purus tincidunt laoreet sit amet ac ipsum. Proin tincidunt mattis nisi a scelerisque. Aliquam placerat dapibus eros non ullamcorper. Integer interdum ullamcorper venenatis. Pellentesque habitant morbi tristique senectus et netus et malesuada fames ac turpis egestas.

Featured 2

Curabitur et lectus vitae purus tincidunt laoreet sit amet ac ipsum. Proin tincidunt mattis nisi a scelerisque. Aliquam placerat dapibus eros non ullamcorper. Integer interdum ullamcorper venenatis. Pellentesque habitant morbi tristique senectus et netus et malesuada fames ac turpis egestas.

Featured 3

Curabitur et lectus vitae purus tincidunt laoreet sit amet ac ipsum. Proin tincidunt mattis nisi a scelerisque. Aliquam placerat dapibus eros non ullamcorper. Integer interdum ullamcorper venenatis. Pellentesque habitant morbi tristique senectus et netus et malesuada fames ac turpis egestas.

Featured 4

Curabitur et lectus vitae purus tincidunt laoreet sit amet ac ipsum. Proin tincidunt mattis nisi a scelerisque. Aliquam placerat dapibus eros non ullamcorper. Integer interdum ullamcorper venenatis. Pellentesque habitant morbi tristique senectus et netus et malesuada fames ac turpis egestas.

Featured 5

Curabitur et lectus vitae purus tincidunt laoreet sit amet ac ipsum. Proin tincidunt mattis nisi a scelerisque. Aliquam placerat dapibus eros non ullamcorper. Integer interdum ullamcorper venenatis. Pellentesque habitant morbi tristique senectus et netus et malesuada fames ac turpis egestas.

Sabtu, 29 Februari 2020

MAKALAH KARAKTERISTIK DAN KEPRIBADIAN GURU


MAKALAH
KARAKTERISTIK DAN KEPRIBADIAN GURU
Tugas Ini disusun Guna Memenuhi Tugas :
Mata Kuliah        :            Psikologi Pendidikan
Dosen Pengampu :           Moh. Yasin Abidin, M.Pd.
logo stain.png

Di susun oleh :
Inarotul Izzah              2021112095
Elly Sholikhati            2021112097
Dani Robbina              2021112137
Gunawan                     2021112
Kelas: F

JURUSAN TARBIYAH ( PAI )
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) PEKALONGAN
2014
BAB I
PENDAHULUAN


Kedudukan guru sebagai pendidik dan pembimbing tidak bisa dilepaskan dari guru sebagai pribadi. Kepribadian guru sangat mempengaruhi perananya sebagai pendidik dan pembimbing. Dia mendidik dan membimbing para siswa tidak hanya dengan bahan yang ia sampaikan atau dengan metode-metode penyampaian yang digunakannya, tetapi dengan seluruh kepribadiannya. Mendidik dan membimbing tidak hanya terjadi dalam interaksi formal, tetapi juga intraksi informal, tidak hanya diajarkan tetapi juga ditularkan. Pribadi guru merupakan satu kesatuan antara sifat-sifat pribadinya, dan peranannya sebagai pendidik, pengajar dan pembimbing.
Sepetri halnya pribadi-pribadi yang lain pembentukan pribadi guru, dipengaruhi faktor-faktor yang berasal dari lingungan keluarganya, sekolahnya tempat ia dulu belajar, masyarakat sekitar serta kondisi dan situasi sekolah dimana ia sekarang bekerja. Dengan tidak mengabaikan pengaruh lingkungan yang lain, besar sekali pengaruh dari pengalaman pendidikannya di sekolah tempat dia mempersiapkan diri dalam tugasnya sebagai guru. Guru adalah suatu profesi. Sebelum ia bekerja sebagai guru, terlebih dahulu dididik dalam suatu lembaga pendidikan keguruan. Dalam lembaga pendidikan tersebut, ia bukan hanya belajar ilmu pengetahuan atau bidang studi yang akan diajarkan, ilmu dan metode mengajar, tetapi juga dibina agar memiliki kepribadian sebagai guru. Kepribadian dia sebagai guru, sudah tentu tidak dapat dipisahkan dari kepribadiannya sebagai individu.  






BAB II
PEMBAHASAN

A.    Karakteristik Kepribadian Guru
Dalam arti sederhana, kepribadian berarti sifat hakiki individu yang tercermin pada sikap dan perbuatanya yang membedakan dirinya dari yang lain. McLeod (1989) mengartikan kepribadian (personality) sebagai sifat khas yang dimiliki seseorang. Dalam hal ini, kata lain yang sangat dekat artinya dengan kepribadian adalah karakter dan identitas.
Menurut tinjauan psikologi, kepribadian pada prinsipnya adalah susunan atau kesatuan antara aspek perilaku mental (pikiran, perasaan, dan sebagainya) dengan aspek perilaku behavioral (perbuatan nyata). Aspek2 ini berkaitan secara fungsional dalam diri seorang individu, sehingga membuatnya bertingkah laku secara khas dan tepat (reber 1988). Dari perilaku psiko-fisik (rohani-jasmani) yang khas dan menetap tersebut muncul julukan-julukan yang bermaksud menggambarkan kepribadian seseorang, seperti: pak amin jujur, si kaslan pemalas, dan sebagainya.
Kepribadian adalah faktor yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan seorang guru sebagai pengembang sumber daya manusia. Mengapa demikian,? Karena disamping ia berperan sebagai pembimbing dan pembantu, seperti yang telah penyusun kemukakan, guru berperan sebagai panutan.
Mengenai pentingnya kepribadian guru, seorang psikolog terkemuka, prof. Dr. Zakiah darajat (1982) menegaskan  : kepribadian itulah yang akan menentukan apakah ia menjadi pendidik dan pembina yang baik bagi anak didiknya, ataukah akan menjadi perusak atau penghancur bagi hari depan anak didik terutama bagi anak didik yang masih kecil (tingkat sekolah dasar) dan mereka yang sedang mengalami kegoncangan jiwa (tingkat menengah).
Oleh karena itu, setiap calon guru dan guru profesional sangat diharapkan memahami bagaimana karakteristik (ciri khas) kepribadian dirinya yang dijadikan sebagai anutan para siswanya. Secara konstitusional, guru hendaknya berkepribadian Pancasila dan UUD ’45 yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, di samping ia harus memiliki kualifikasi (keahlian yang diperlukan) sebagai tenaga pengajar (Pasal 28 ayat (2) UUSPN/1989).
Karakteristik kepribadian yang berkaitan dengan keberhasilan guru dalam menggeluti profesinya adalah meliputi :
1)      Fleksibilitas Kognitif Guru
Fleksibilitas kognitif (keluwesan ranah cipta) merupakan kemampuan berpikir yang diikuti dengan tindakan secara simultan dan memadai dalam situasi tertentu. Kebalikanya adalah frigiditas kognitif atau kekakuan ranah cipta yang ditandai dengan kekurangmampuan berpikir dan bertindak yang sesuai dengan situasi yang sedang dihadapi.
Guru yang fleksibel pada umumnya ditandai dengan keterbukaan berpikir dan beradaptasi. Selain itu, ia juga memiiki resistensi (daya tahan) terhadap ketertutupan ranah cipta yang prematur (terlampau dini) dalam pengamatan dan pengenalan. Ketika mengamati dan mengenali suatu objek atau situasi tertentu, seorang guru yang fleksibel selalu berpikir kritis. Berpikir kritis (critikal thinking) ialah berpikr dengan penuh pertimbangan akal sehat (reasonable reflective) yang dipusatkan ada pengembalian keputusan untuk mempercayai atau mengingkari sesuatu, dan melakukan atau menghindari sesuatu (Heger & Kaye, 1990).
Dalam PBM, fleksibilitas kognitif guru terdiri atas tiga dimensi yaitu :
a.       Dimensi karakteristik pribadi guru
b.      Dimensi sikap kognitif guru terhadap sisiwa, dan
c.       Dimensi sikap kognitif guru terhadap materi pelajaran dan metode mengajar.
2)      Keterbukaan Psikologis Pribadi Guru
Hal ini yang juga menjadi faktor yang turut menentukan keberhasilan tugas seorang guru adalah keterbukaan psikologis guru itu sendiri. Keterbukaan ini merupakan dasar kompetensi profesional (kemampuan dan kewenangan melaksanakan tugas) keguruan yang haus dimiliki oleh setiap guru.
Guru yang terbuka secara psikologis biasanya ditandai dengan kesediaannya yang relatif tinggi untuk mengkomunikasikan dirinya dengan  faktor-faktor ekstern antara lain siswa, teman sejawat dan lingkungan pendidikan tempatnya bekerja. Ia mau menerima kritik dengan ikhlas. Disamping itu ia juga memiliki empati (empathy), yakni respons afektif terhadap pengalaman emosianal dan perasaan tertentu orang lain (Reber, 1988). Jika salah seorang muridnya diketahui sedang mengalami kemalangan, umpamanya, maka ia turut bersedih dan menunjukan simpati serta berusaha memberi jalan keluar.
Keterbukaan psikologis merupakan sebuah konsep yang menyatakan kontinum (continuum) yakni rangkaian kesatuan yang bermula dari titik keterbukaan psikologi sampai sebaliknya, ketertutupan psikologis. Posisi seorang guru dalam kontinum tersebut ditentukan oleh kemampuanya dalam menggunakan pengalamanya sendiri dalam hal berkeinginan, berperasaan, dan berfantasi untuk menyesuaikan diri. Jika kemampuan dan ketrampilan dalam menyesuaikan tadi makin besar, maka makin dekat pula tempat pribadinya dalam kutub kontinum keterbukaan psikologis tersebut. Secara sederhana, ini bermakna bahwa jika guru lebih cakap menyesuaikan diri, maka ia akan lebih memiliki keterbukaan diri. [1]
Dalam diri si pendidik harus memancar nilai-nilai utama yang tercermin dan tampak lewat itngkah laku lahir berupa ucapan, cara berpakaian, cara makan, cara berjalan, cara berpikir, sikap terhadap sesuatu, seseorang dan segala al, bahkan keimanan dan falsafah hidupnya berupa ibadahnya kepada Tuhan dan hubunga sesama manusiatermasuk anak didiknya  dengan memperhatikan, menjunjung tinggi dan mengamalkan sifat-sifat mahmudah seperti ikhlas, tawadlu’, sabar, pemaaf, bermuka manis, hormat dan sebagainya serta menghindari sifat-sifat tercela seperti ujub riya, sombong dan lain-lain.
Hal-hal ynag disebutkan diatas sangat membantu dalam peoses belajar, terutama jenis belajar sikap.  Mungkin tidak terlalu berlebihan jika dikatakan: “guru yang kotor tidak akan melahirkan anak yang bersih, guru yang sombong tidak akan melahirkan anak yang tawadlu’, guru yang riya tidak akan melahirkan anak yang muklis, dan seterusnya”.
Guru yang mempunyai kepribidian baik, tetap baik dan dihormati serta tetap menjadi tumpuan dan tempat identifikasi siswanya.[2]
Guru memiliki peranan penting dalam dunia pendidikan. Karena guru memegang kunci dalam pendidikan dan pengajaran disekolah. Guru adalah pihak yang paling dekat dengan siswa dalam pelaksanaan pendidikan sehari-hari, dan guru merupakan pihak yang paling besar peranannya dalam menentukan keberhasilan siswa dalam mencapai tujuan pendidikan.Saat ini guru dianggap sebuah profesi yang sejajar dengan profesi yang lain, sehingga seorang guru dituntut bersikap profesional dalam melaksanakan tugasnya. Guru  yang profesional  adalah “guru yang mempunyai sejumlah kompetensi yang dapat menunjang tugasnya yang meliputi kompetensi pendagogik, kompetensi profesional, kompetensi sosial maupun kompetensi pribadi”. (Kristian Hendrik. 2010 : )
Kompetensi kepribadian merupakan kompetensi personal seorang guru. Kompetensi ini merupakan sosok kepribadian seorang guru yang berkarakter sebagai orang Indonesia serta pribadi yang ideal dari orang yang menjadi teladan di masyarakat. Guru merupakan pribadi yang dapat menjadi contoh bagi yang lain. Kompetensi kepribadian guru itu terdiri atas: 
a. Bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan kebudayaan nasional Indonesia.
b. Menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur, berakhlak mulia, dan teladan bagi peserta didik dan masyarakat.
c. Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa
d. Menunjukkan etos kerja, tanggungjawab yang tinggi, rasa bangga menjadi guru, dan rasa percaya diri.
e. Menjunjung tinggi kode etik profesi guru.[3]

B.     Kematangan Kepribadian Guru

1.      Kedewasaan
Guru sebagai pribadi, pendidik, pengajar dan pembimbing, dituntut memiliki kematangan atau kedewasaan pribadi, serta kesehatan jasmani dan rohani. Ada tiga ciri kedewasaan :
Pertama, orang yang telah dewasa telah memiliki tujuan dan pedoman hidup (philosophy of life), yaitu sekumpulan nilai yang ia yakini kebenarannya dan menjadi pedoman hidupnya. Seorang yang sudah dewasa tidak mudah terombang-ambing karena telah punya pegangan yang jelas, ke mana akan pergi, dan dengan cara mana ia akan mencapainya.
Kedua, orang dewasa adalah orang mampu melihat segala sesuatu secara objektif. Tidak banyak dipengaruhi oleh subjektivitas dirinya. Mampu melihat dirinya dan orang lain secara objektif, melihat kelebihan dan kekurangan dirinya dan juga orang lain. Lebih dari itu ia mampu bertindak sesuai dengan hasil penglihatan tersebut.
Ketiga, seorang dewasa ialah seorang yang telah bisa bertanggung jawab. Orang dewasa adalah orang yang telah memiliki kemerdekaan, kebebasan, tetapi sisi lain dari kebebasan adalah tanggung jawab. Dia bebas menentukan arah hidupnya, perbuatannya, tetapi setelah berbuat ia dituntut tanggung jawab.
2.      Kesehatan Fisik dan Mental
Guru di tuntut  untuk memiliki fisik dan mental. Fisik yang sehat berarti terhindar dari berbagai maam penyakit. Guru ynag sakit bukan saja tidak mungkin dapat melaksanakan dengan baik. Tetapi juga,nkemungknan besar akan menularkan penyakitnya kepada anak-anaknya. Kesehatan fisik juga berarti guru itu tidak boleh memiliki cacat badan ynag menonjol yang memungkinkan kurangnya penghargaan dari si anak. Kesehatan mental berarti guru terhindar dar berbagai bentuk gangguan dan penyakit mental.
Gangguan-gangguan mental ynag dididerita guru dapat mengganggu bahkan merusak interkasi pendidikan. Guru yang mengalami gangguan mental tidak mungkin mampu menciptakan hubungan yang hangat, bersahahabat, penuh kasih sayang, penuh pengertian dsb dengan para siswanya. Belajar dari guru yang mengalami gangguan mental memungkinkan sisiwa diperlakukan sebagai kambing hitam atau sebagai objek kekesalan dan kejengkelannya. Kesehatan fisik dan mental mutlak diperlukan dari orang-orang ynag bekerja sebagai guru. [4]




BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN

Kompetensi kepribadian merupakan kompetensi personal seorang guru. Kompetensi ini merupakan sosok kepribadian seorang guru yang berkarakter sebagai orang Indonesia serta pribadi yang ideal dari orang yang menjadi teladan di masyarakat. Guru merupakan pribadi yang dapat menjadi contoh bagi yang lain. Kompetensi kepribadian guru itu terdiri atas: 
a. Bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan kebudayaan nasional Indonesia.
b. Menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur, berakhlak mulia, dan teladan bagi peserta didik dan masyarakat.
c. Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa
d. Menunjukkan etos kerja, tanggungjawab yang tinggi, rasa bangga menjadi guru, dan rasa percaya diri.
e. Menjunjung tinggi kode etik profesi guru.











DAFTAR PUSTAKA


Mustaqim. 2008. PSIKOLOGI PENDIDIKAN. Bandung : Remaja Rosdakarya.
Sukmadinata, Nana Syaodih. 2004. LANDASAN PSIKOLOGI PROSES PENDIDIKAN. Bandung : Remaja Rosdakarya.
Syah, Muhibbin. 1999. PSIKOLOGI PENDIDIKAN, Dengan Pendekatan Baru. Bandung : Remaja Rosdakarya.


[1] Muhubbin Syah, PSIKOLOGI PENDIDIKAN Dengan Pendekatan Baru, cet.4,(Bandung: Remaja Rosdakarya, 1999), hal. 225-229.
[2] Mustaqim, PSIKOLOGI PENDIDIKAN, cet.4(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), hal.94-96.
[4] Nana Syaodih Sukamdinata, LANDASAN PSIKOLOGI PROSES PENDIDIKAN, cet.2,(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), hal. 254-255.

Rabu, 26 Februari 2020

MAKALAH MASAILUL FIQHIYAH TRANSPLANTASI ANGGOTA BADAN


MAKALAH
TRANSPLANTASI ANGGOTA BADAN

Disusun guna memenuhi tugas :
Mata Kuliah : Masailul Fiqhiyah
Dosen Pengampu : DR. Hj. Siti Qomariyah, M.A.


Disusun oleh :
Dani Robbina              202 1112 137

Kelas : B





JURUSAN TARBIYAH PROGAM STUDI PAI
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) PEKALONGAN
2014
BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Agama Islam memperhatikan kesehatan rohani sebagai jembatan menuju ketenteraman hidup dunia dan keselamatan di akhirat, ia juga sangat menekankan pentingnya kesehatan jasmani sebagai nikmat Allah yang sangat mahal untuk dapat hidup aktual secara optimal. Sebab kesehatan jasmani disamping menjadi faktor pendukung dalam terwujudnya kesehatan rohani, juga sebagai modal kebahagiaan lahiriah. Keduanya saling terkait dan melengkapi tidak bisa dipisahkan bagai dua sisi mata uang.
Oleh karena itu Islam sangat memuliakan ilmu kesehatan dan kedokteran sebagai perawat kehidupan dan misi kemanusiaan dengan izin Allah swt. Bahkan ia memerintahkan kita semua sebagai fardhu ‘ain (kewajiban individual) untuk mempelajarinya secara global dan mengenali sisi biologis diri kita sebagai media peningkatan iman untuk semakin mengenal Allah Al-Khaliq disamping sebagai kebutuhan setiap individu dalam menyelamatkan dan menjaga hidupnya. Islam juga menetapkan fardhu kifayah (kewajiban kolektif) dan menggalakkan adanya ahli-ahli di bidang kedokteran dan memandang kedokteran sebagai ilmu yang sangat mulia.






BAB II
PEMBAHASAN
A.  Asal Mula Transplantasi (pencangkokan)
Transplantasi jaringan mulai dipikirkan oleh dunia sejak 4000 tahun silam menurut manuscrip yang ditemukan di Mesir yang memuat uraian mengenai eksperimen transplantasi jaringan yang pertama kali dilakukan di Mesir sekitar 2000 tahun sebelum diutusnya Nabi Isa as. Sedang di India beberapa puluh tahun sebelum lahirnya Nabi Isa as. seorang ahli bedah bangsa Hindu telah berhasil memperbaiki hidung seorang tahanan yang cacat akibat siksaan, dengan cara mentransplantasikan sebagian kulit dan jaringan lemak yang diambil dari lengannya. Pengalaman inilah yang merangsang Gaspare Tagliacosi, seorang ahli bedah Itali, pada tahun 1597M untuk mencoba memperbaiki cacat hidung seseorang dengan menggunakan kulit milik kawannya.
Tatkala Islam muncul pada abad ke-7 Masehi, ilmu bedah sudah dikenal di berbagai negara dunia, khususnya negara-negara maju saat itu, seperti dua negara adi daya Romawi dan Persi. Namun pencangkokan jaringan belum mengalami perkembangan yang berarti, meskipun sudah ditempuh berbagai upaya untuk mengembangkannya. Selama ribuan tahun setelah melewati bantak eksperimen barulah berhasil pada akhir abad ke-19 M, untuk pencangkokan jaringan, dan pada pertengahan abad ke-20 M untuk pencangkokan organ manusia. Di masa Nabi saw. negara Islam telah memperhatikan masalah kesehatan rakyat, bahkan senantiasa berupaya menjamin kesehatan dan pengobatan bagi seluruh rakyatnya secara cuma-cuma. Ada beberapa dokter ahli bedah di masa Nabi yang cukup terkenal seperti al Harth bin Kildah dan Abu Ramtah Rafa’ah, juga Rafidah al Aslamiyah dari kaum wanita.
Meskipun pencangkokan organ tubuh belum dikenal oleh dunia saat itu, namun operasi plastik yang menggunakan organ buatan atau palsu sudah dikenal di masa Nabi saw., sebagaimana yang diriwayatkan Imam Abu Daud dan Tirmidzi dari Abdurrahman bin Tharfah (Sunan Abu Dawud, hadits. no.4232) “bahwa kakeknya ‘Arfajah bin As’ad pernah terpotong hidungnya pada perang Kulab, lalu ia memasang hidung (palsu) dari logam perak, namun hidung tersebut mulai membau (membusuk), maka Nabi saw. menyuruhnya untuk memasang hidung (palsu) dari logam emas”. Imam Ibnu Sa’ad dalam Thabaqatnya (III/58) juga telah meriwayatkan dari Waqid bin Abi Yaser bahwa ‘Utsman (bin ‘Affan) pernah memasang mahkota gigi dari emas, supaya giginya lebih kuat (tahan lama).
B. Pengertian Transplantasi
Transplantasi menurut Dr. Robert Woworuntu dalam bukunya Kamus Kedokteran dan Kesehatan berarti Pencangkokan. Dalam Kamus Kedokteran DORLAND dijelaskan bahwa transplantasi berasal dari transplantation (trans-+ L.plantare menanam) yang berarti penanaman jaringan yang diambil dari tubuh yang sama atau dari individu lain. Adapun arti transplant ada dua. Pertama, mentransfer jaringan dari satu bagian ke bagian lain. Kedua, organ atau jaringan yang diambil dari badan untuk ditanam ke daerah lain pada badan yang sama atau ke individu lain. Jadi, menurut terminologi kedokteran “transplantasi” berarti “suatu proses pemindahan atau pencangkokan jaringan atau organ tubuh dari suatu atau seorang individu ke tempat yang lain pada individu itu atau ke tubuh individu lain”. Dalam dunia kedokteran jaringan atau organ tubuh yang dipindah disebut graft atau transplant, pemberi transplant disebut donor, dan penerima transplant disebut kost atau resipien.
Dalam prakteknya, berhasil tidaknya jaringan atau organ yang ditransplantasikan dari donor ke resipien tergantung pada terjadi atau tidak terjadinya reaksi immunitas pada resipien. Penolakan jaringan atau organ oleh resipien disebabkan adanya antigen yang dimiliki oleh sel donor tetapi tidak dimiliki oleh sel resipien. Meskipun demikian, faktor tersebut tidak merupakan suatu hambatan besar dalam dunia kedokteran. Para ahli medis di lapangan masih mampu mengatasinya dengan berbagai macam cara yang dapat memperkecil kemungkinan terjadinya reaksi penolakan, seperti dengan merusak sel-sel limfosit yang dimiliki oleh resipien atau membuang organ yang memproduksi sel limfosit yaitu limpa dan thymus.
Transplantasi termasuk inovasi alternatif dalam dunia bedah kedokteran modern. Dalam beberapa dekade terakhir tampaknya transplantasi semakin marak dan menjadi sebuah tantangan medis, baik dari upaya pengembangan aplikasi terapan dan teknologi prakteknya, maupun ramainya polemik yang menyangkut kode etik dan hukum nya khususnya hukum syariah Islam.
C.  Pandangan Islam Tentang Transplantasi
Banyak orang yang bertanya-tanya tentang hukum dan ketentuan syariah Islam mengenai transplantasi yang menyangkut berbagai kasus prakteknya serta persoalan konsepsional mendasarnya khususnya di kalangan medis, seperti kata Dr. Tarmizi yang menyoroti fenomena bahwa saat ini yang paling sesuai untuk transplantasi organ jantung manusia adalah babi (Media Dakwah, No.265 Rab. Awal 1417 H/Agustus 1996). Karena masalah ini menyangkut banyak dimensi hukum, moral, etika kemanusiaan dan berbagai aspek kehidupan maka bermunculanlah kontroversi pendapat pro-kontra mengenai kasus ini.
Pada hakekatnya, syari’ah Islam ketika berbicara tentang boleh dan tidaknya suatu masalah, tidak terpasung pada batas ‘hukum sekedar untuk hukum’. Lebih jauh dari itu, bahwa semua kaedah dan kebijakan hukum syariah Islam memiliki hikmah. Dimensi vertikalnya, sebagai media ujian iman yang menumbuhkan motivasi internal terlaksananya suatu etika dan peraturan hidup. Adapun dimensi horizontalnya adalah ia berdampak positif dan membawa kebaikan bagi kehidupan umat manusia secara universal. Meskipun demikian, ketika para pakar hukum, pakar syariah Islam dan tokoh atau pemuka agama mengatakan bahwa praktek transplantasi pada kenyataanya adalah perlu dan sangat bermanfaat bagi kemanusiaan untuk menyelamatkan kehidupan dan dapat mengfungsikan kembali tempat organ atau jaringan tubuh manusia yang telah rusak yang oleh karenanya dibolehkan dan perlu dikembangkan, namun bagaimanapun juga perlu kajian mendalam lebih lanjut agar dalam prakteknya tetap dalam koridor kaedah syari’ah, tidak melenceng dari tujuan kemanusiaan serta menghindari kasus penyalahgunaan, distorsi pelacuran medis dan eksploitasi rendah yang menjadikannya komoditi dan ajang bisnis sehingga justru menampilkan perilaku tidak manusiawi.
D.  Penetapan Hukum Transplantasi di Indonesia
Secara prinsip syariah secara global, mengingat transplantasi organ merupakan suatu tuntutan, kebutuhan dan alternatif medis modern tidak ada perselisihan dalam hal bolehnya transplantasi organ ataupun jaringan. Dalam simposium Nasional II mengenai masalah “Transplantasi Organ” yang telah diselenggarakan oleh Yayasan Ginjal Nasional pada tangal 8 September 1995 di arena PRJ Kemayoran, telah ditandatangani sebuah persetujuan antara lain wakil dari PB NU, PP Muhammadiyah, MUI disetujui pula oleh wakil-wakil lain dari berbagai kelompok agama di Indonesia. Bolehnya transplantasi organ tersebut juga ditegaskan oleh DR. Quraisy Syihab bahwa; “Prinsipnya, maslahat orang yang hidup lebih didahulukan.” selain itu KH. Ali Yafie juga menguatkan bahwa ada kaedah ushul fiqh yang dapat dijadikan penguat pembolehan transplantasi yaitu “hurmatul hayyi a’dhamu min hurmatil mayyiti” (kehormatan orang hidup lebih besar keharusan pemeliharaannya daripada yang mati.)
Lebih rinci, masalah transplantasi dalam kajian hukum syariah Islam diuraikan menjadi dua bagian besar pembahasan yaitu:
1.      Penanaman jaringan/organ tubuh yang diambil dari tubuh yang sama.
2.      Penanaman jaringan/organ yang diambil dari individu lain yang dirinci lagi menjadi dua persoalan antara lain:
Ø  Penanaman jaringan/organ yang diambil dari individu orang lain baik yang masih hidup maupun sudah mati
Ø   Penanaman jaringan/organ yang diambil dari individu binatang baik yang tidak najis/halal maupun yang najis/haram.
Masalah pertama yaitu seperti praktek transplantasi kulit dari suatu bagian tubuh ke bagian lain dari tubuhnya yang terbakar atau dalam kasus transplantasi penyumbatan dan penyempitan pembuluh darah jantung dengan mengambil pembuluh darah pada bagian kaki. Masalah ini hukumnya adalah boleh berdasarkan analogi (qiyas) diperbolehkannya seseorang untuk memotong bagian tubuhnya yang membahayakan keselamatan jiwanya karena suatu sebab. (Dr. Al-Ghossal dalam Naql wa Zar’ul A’dha (Transplantasi Organ) : 16-20, Dr. As-Shofi, Gharsul A’dha : 126 ).
Masalah kedua yaitu penanaman jaringan atau organ yang diambil dari orang lain maka dapat kita lihat persoalannya apabila jaringan atau organ tersebut diambil dari orang lain yang masih hidup, maka dapat kita temukan dua kasus, yaitu:
Kasus pertama: Penanaman jaringan atau organ tunggal yang dapat mengakibatkan kematian donaturnya bila diambil. Seperti, jantung, hati dan otak. Maka hukumnya adalah tidak boleh yaitu berdasarkan firman Allah Swt dalam al-Qur’an surat Al-Baqarah: 195, An-Nisa’: 29, dan Al-Maidah: 2 tentang larangan menyiksa ataupun membinasakan diri sendiri serta bersekongkol dalam pelanggaran.
Kasus kedua: Penanaman jaringan atau organ yang diambil dari orang lain yang masih hidup yang tidak mengakibatkan kematiannya seperti, organ tubuh ganda diantaranya ginjal atau kulit atau dapat juga dikategorikan disini praktek donor darah. Pada dasarnya masalah ini diperbolehkan selama memenuhi persyaratannya yaitu:
a. Tidak membahayakan kelangsungan hidup yang wajar bagi donator jaringan atau organ. Karena kaidah hukum islam menyatakan bahwa suatu bahaya tidak boleh dihilangkan dengan resiko mendatangkan bahaya serupa atau sebanding.
b. Hal itu harus dilakukan oleh donatur dengan sukarela tanpa paksaan dan tidak boleh diperjual belikan.
c. Boleh dilakukan bila memang benar-benar transplantasi sebagai alternatif peluang satu-satunya bagi penyembuhan penyakit pasien dan benar-benar darurat.
d. Boleh dilakukan bila peluang keberhasilan transplantasi tersebut sangat besar. (Lihat: Mudzakarah Lembaga Fiqh Islam Rabithah Alam Islami, edisi Januari 1985 M.).
Namun demikian, ada pengecualian dari semua kasus transplantasi yang diperbolehkan yaitu tidak dibolehkan transplantasi buah zakar meskipun organ ini ganda karena beberapa alasan diantaranya yaitu dapat merusak fisik luar manusia, mengakibatkan terputusnya keturunan bagi donatur yang masih hidup dan transplantasi ini tidak dinilai darurat, serta dapat mengacaukan garis keturunan. Sebab menurut ahli kedokteran, organ ini punya pengaruh dalam menurunkan sifat genetis. (Ensiklopedi Kedokteran Modern, edisi bahasa Arab III/ 583, Dr. Albairum, Ensiklopedi Kedokteran Arab, hal 134.)
Adapun masalah penanaman jaringan atau organ tubuh yang diambil dari orang mati yang kondisinya benar-benar telah mati secara devinif dan medis. Organ atau jaringan yang akan ditransfer tersebut dirawat dan disimpan dengan cara khusus agar dapat difungsikan. Maka hal ini secara prinsip syariah membolehkannya berdasarkan firman Allah dalam al-Qur’an surat Al-Kahfi: 9 - 12 dan berdasarkan kaedah fiqih diantaranya: ” Suatu hal yang telah yakin tidak dapat dihilangkan dengan suatu keraguan atau tidak yakin “, ” Dasar pengambilan hukum adalah tetap berlangsungnya suatu kondisi yang lama sampai ada indikasi pasti perubahannya.”



BAB III
PENUTUP
SIMPULAN
Ada beberapa catatan untuk praktik transplantasi yang dibolehkan yaitu dari segi Resipien (Reseptor) harus diperhatikan skala prioritas dan pertimbangan dalam memberikan donasi organ atau jaringan seperti tingkat moralitas, mental, perilaku dan track record yang menentramkan lingkungan serta baik bagi dirinya dan orang lain. (QS. Al Hujurat: 1, Ali Imran: 28, Al Mumtahanah: 8, Shaad: 28), peranan, jasa atau kiprahnya dalam kehidupan umat (QS. Shaad: 28), hubungan kekerabatan dan tali silatur rahmi (QS. Al Ahzab: 6), tingkat kebutuhan dan kondisi gawat daruratnya dengan melihat persediaan.
Adapun dari segi Donor juga harus diperhatikan berbagai pertimbangan skala prioritas yaitu:
1.     menanam jaringan/organ imitasi buatan bila memungkinkan secara medis
2.    Mengambil jaringan/organ dari tubuh orang yang sama selama memungkinkan karena dapat tumbuh kembali seperti, kulit dan lainnya
3.    Mengambil dari organ/jaringan binatang yang halal, adapun binatang lainnya dalam kondisi gawat darurat dan tidak ditemukan yang halal
4.    Mengambil dari tubuh orang yang mati dengan ketentuan seperti penjelasan di atas
5.    Mengambil dari tubuh orang yang masih hidup dengan ketentuan seperti diatas disamping orang tersebut adalah mukallaf ( baligh dan berakal ) harus berdasarkan kesadaran, pengertian, suka rela dan tanpa paksaan.
Disamping itu donor harus sehat mental dan jasmani yang tidak mengidap penyakit menular serta tidak boleh dijadikan komoditas.



DAFTAR PUSTAKA

Departemen Agama RI. 2003. Himpunan Fatwa Majelis Ulama Indonesia. Jakarta: Erlangga.
Zuhdi, Masjfuk.            . Masail Fiqhiyah. Jakarta: PT. Toko Gunung Agung.



MAKALAH ILMU PENDIDIKAN HADIAH (REWARD) DAN HUKUMAN (PUNISHMENT) DALAM PENDIDIKAN


HADIAH (REWARD) DAN HUKUMAN (PUNISHMENT) DALAM PENDIDIKAN
I.          PENDAHULUAN
Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering menjumpai anak dengan karakter yang beragam. Ada anak yang mudah dibina dan ada yang sulit dibina, sebagian giat belajar dan sebagian lain sangat malas belajar, sebagian mereka belajar untuk maju dan sebagian lain belajar hanya untuk terhindar dari hukuman. Sebenarnya sifat-sifat buruk yang timbul dalam diri anak di atas bukanlah lahir dan fitrah mereka. Sifat-sifat tersebut  timbul karena kurangnya peringatan sejak dini dari orangtua dan para pendidik. Maka merupakan kesalahan besar apabila kita menyepelekan kesalahan-kesalahan kecil yang dilakukan anak.
Sebenarnya, tidak ada pendidik yang menghendaki digunakannya hukuman dalam pendidikan kecuali bila terpaksa. Hadiah atau pujian jauh lebih dipentingkan daripada hukuman.[1] Dalam dunia pendidikan, metode ini disebut dengan metode hadiah (reward) dan hukuman (punishement). Dengan metode tersebut diharapkan agar anak didik dapat termotivasi untuk melakukan perbuatan progresif.
II.       RUMUSAN MASALAH
A.  Pengertian Hadiah dan Hukuman
B.  Prinsip-prinsip Pemberian Hadiah dan Hukuman dalam Pendidikan
C.  Bentuk-bentuk Pemberian Hadiah dan Hukuman dalam Pendidikan
D.  Fungsi Pemberian Hadiah dan Hukuman dalam Pendidikan
E.   Kelebihan dan Kekurangan Pemberian Hadiah dan Hukuman dalam Pendidikan


III.    PEMBAHASAN
A.  Pengertian Hadiah dan Hukuman
1.      Pengertian hadiah
Menurut kamus Bahasa Indonesia, hadiah adalah pemberian, ganjaran (Pemenang perlombaan, sayembara dan sebagainya).[2] Namun dalam konsep pendidikan, hadiah adalah salah satu alat pendidikan untuk mendidik anak-anak supaya anak menjadi merasa senang karena perbuatan dan pekerjaannya mendapat penghargaan. Atau dengan kata lain, hadiah adalah alat pendidikan preventif dan represif yang menyenangkan dan bisa menjadi pendorong atau motivator belajar bagi murid.
Hadiah sebagai alat untuk mendidik tidak boleh bersifat sebagai upah. Karena upah merupakan sesuatu yang mempunyai nilai sebagai ganti rugi dari suatu pekerjaan atau suatu jasa yang telah dilakukan oleh seseorang. Jika hadiah itu sudah berubah sifat menjadi upah, hadiah itu tidak lagi bernilai mendidik karena anak akan mau bekerja giat dan berlaku baik karena mengharapkan upah.[3]
2.      Pengertian hukuman
Hukuman dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan dengan; 1) Siksa dan sebagainya yang dikenakan kepada orang-orang yang melanggar undang-undang, dsb. 2) Keputusan yang dijatuhkan oleh hakim 3) Hasil atau akibat menghukum.[4]
Hukuman dapat diartikan sebagai suatu bentuk sanksi yang diberikan pada anak baik sanksi fisik maupun psikis apabila anak melakukan kesalahan-kesalahan atau pelanggaran yang sengaja dilakukan terhadap aturan-aturan yang telah ditetapkan.
B.  Prinsip-prinsip Pemberian Hadiah dan Hukuman dalam Pendidikan
1.        Prinsip pemberian hadiah
Dalam memberikan hadiah atau penghargaan, ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan oleh para pendidik. Diantaranya:
a.    Penilaian didasarkan pada perilaku bukan pelaku
b.    Pemberian hadiah atau penghargaan harus ada batasnya.
Pemberian hadiah tidak bisa menjadi metode yang digunakan selamanya. Proses ini cukup difungsikan hingga tahapan penumbuhan kebiasaan saja. Manakala proses pembiasaannya dirasa cukup, maka pemberian hadiah harus diakhiri.
c.    Dimusyawarahkan kesepakatannya
Setiap anak ditanya tentang hadiah yang diinginkannya, dan di sini kita dituntut untuk pandai dan sabar dalam mendialogkan hadiah tersebut dan bisa memberikan pengertian kepada anak bahwa tidak semua keinginan dapat terpenuhi.
d.   Distandarkan pada proses bukan hasil.
Proses lebih penting daripada hasil. Proses pembelajaran merupakan usaha yang dilakukan anak untuk hasil yang terbaik. Sedangkan hasil yang akan diperoleh nanti tidak bisa dijadikan patokan keberhasilannya.
2.        Prinsip pemberian hukuman
Memberikan hukuman pada anak dalam pendidikan tidak boleh dilakukan dengan sewenang-wenang menurut kehendak seseorang. Berikut adalah beberapa prinsip dalam memberikan hukuman:
a.    Kepercayaan terlebih dahulu kemudian hukuman
Metode terbaik yang harus tetap diprioritaskan adalah memberikan kepercayaan kepada anak. Memberikan kepercayaan kepada anak berarti tidak menyudutkan mereka dengan kesalahan-kesalahannya. Tetapi sebaliknya,  kita memberikan pengakuan bahwa kita yakin mereka tidak berniat melakukan kesalahan tersebut. Mereka hanya khilaf atau mendapat pengaruh dari luar.
b.    Menghukum tanpa emosi.
Kesalahan yang paling sering dilakukan orang tua dan pendidik adalah ketika mereka menghukum anak disertai dengan emosi. Bahkan emosi itulah yang menjadi penyebab utama timbulnya keinginan untuk menghukum. Dalam kondisi ini, tujuan sebenarnya dari pemberian hukuman yang menginginkan adanya penyadaran agar anak tak lagi melakukan kesalahan, menjadi tidak efektif.
c.    Hukuman sudah disepakati
Mendialogkan peraturan dan hukuman dengan anak memiliki arti yang sangat besar bagi anak. Selain untuk  kesiapan menerima hukuman ketika melanggar  juga sebagai suatu pembelajaran untuk menghargai orang lain karena ia dihargai oleh orang tua.
d.   Harus melalui beberapa tahapan, mulai dari yang teringan hingga jadi yang terberat.[5]
C.  Bentuk-bentuk Pemberian Hadiah dan Hukuman dalam Pendidikan
Ada Berbagai macam bentuk penghargaan atau hadiah yang dapat kita berikan, antara lain:
1.    Komunikasi non verbal.
2.    Imbalan materi/hadiah
3.    Bentuk pengakuan
4.    Perlakuan istimewa
Hukuman untuk pembinaan perilaku anak dapat diterapkan ke dalam empat bentuk, yaitu:
1.    Hukuman fisik, misalnya: mencubit, menampar, memukul dengan rotan
2.    Hukuman dengan kata- kata atau kalimat yang tidak menyenangkan, misalnya omelan, ancaman, kritikan, sindiran, cemoohan
3.    Hukuman dengan stimulus fisik yang tidak menyenangkan, misalnya menuding, memelototi dan mencemberuti
4.    Hukuman dalam bentuk kegiatan yang tidak menyenangkan, misalnya berdiri di depan kelas, dikeluarkan dari kelas, didudukkan di samping guru. [6]
D.  Fungsi Pemberian Hadiah dan Hukuman dalam Pendidikan
Ada tiga fungsi penting dari hadiah, yaitu:
1)        Memiliki nilai pendidikan
Hadiah adalah salah satu bentuk pengetahuan yang membuat anak segera tahu bahwa tingkah lakunya itu baik.
2)        Memotivasi anak untuk mengulangi tingkah laku yang baik
Anak umumnya akan bereaksi positif terhadap penerimaan lingkungan yang diekspresikan lewat hadiah. Hal ini mendorong mereka bertingkah laku baik agar mendapat hadiah lebih banyak.
3)        Memperkuat tingkah laku yang dapat diterima lingkungan
Apabila anak mendapat penghargaan atas tingkah lakunya maka ia mendapatkan pemahaman bahwa apa yang dilakukannya itu berarti. Ini yang membuat anak termotivasi untuk terus mengulangi.
Pada dasarnya ada tiga fungsi penting dari hukuman yang berperan besar bagi perkembangan moral anak, yaitu fungsi reskriptif, pendidikan dan motivasi.
1)        Fungsi restriktif
Hukuman dapat menghalangi terulangnya kembali perilaku yang tidak diinginkan pada anak. Jika seorang anak pernah mendapat hukuman karena ia telah melakukan satu kesalahan atau pelanggaran, maka ia akan berusaha untuk tidak mengulangi kesalahan yang serupa di masa datang.
2)        Fungsi pendidikan
Hukuman yang diterima anak merupakan pengalaman bagi anak yang dapat dijadikan pelajaran yang berharga. Anak bisa belajar tentang salah dan benar melalui hukuman yang telah diberikan kepadanya. Hal ini menyadarkan anak akan adanya suatu aturan yang haras dipahami dan dipatuhi, yang bisa menuntunnya untuk memastikan boleh atau tidaknya suatu tindakan dilakukan.
3)        Fungsi motivasi
Hukuman dapat memperkuat motivasi anak untuk menghindarkan diri dari tingkah laku yang tidak diinginkan. Dari pengalaman hukuman yang pernah diterima anak, maka anak merasakan bahwa menerima hukuman merupakan suatu pengalaman yang kurang menyenangkan, dengan demikian anak bertekad tidak mengulangi kesalahan yang sama dan akhirnya timbul dorongan untuk berperilaku wajar, yaitu perilaku yang diinginkan dan dapat diterima oleh kelompoknya.[7]
E.   Kelebihan dan Kekurangan Pemberian Hadiah dan Hukuman dalam Pendidikan
1.        Kelebihan dan kekurangan pemberian hadiah dalam pendidikan
Sebagaimana pendekatan-pendekatan pendidikan lainnya, pemberian hadiah  juga tidak bisa terlepas dari kelebihan dan kekurangan.
Diantara kelebihannya adalah:
a)      Memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap jiwa anak didik untuk melakukan perbuatan yang positif dan bersikap progresif.
b)      Dapat menjadi pendorong bagi anak-anak didik lainnya untuk mengikuti anak yang telah memperoleh pujian dari gurunya; baik dalam tingkah laku, sopan santun ataupun semangat dan motivasinya dalam berbuat yang lebih baik. Proses ini sangat besar kontribusinya dalam memperlancar pencapaian tujuan pendidikan.
Disamping memiliki kelebihan, pemberian hadiah juga memiliki kekurangan. Antara lain:
a)      Dapat menimbulkan dampak negatif apabila guru melakukannya secara berlebihan, sehingga mungkin bisa mengakibatkan murid merasa bahwa dirinya lebih tinggi dari teman-temannya.
b)      Umumnya hadiah membutuhkan alat tertentu dan membutuhkan biaya
2.        Kelebihan dan kekurangan pemberian hukuman dalam pendidikan
Pendekatan hukuman dinilai memiliki kelebihan apabila dijalankan dengan benar, yaitu:
a)      Hukuman akan menjadikan perbaikan-perbaikan terhadap kesalahan murid.
b)      Murid tidak lagi melakukan kesalahan yang sama.
c)      Merasakan akibat perbuatannya sehingga ia akan menghormati dirinya.
Sementara kekurangannya adalah apabila hukuman yang diberikan tidak efektif, maka akan timbul beberapa kelemahan antara lain:
a)      Akan membangkitkan suasana rusuh, takut, dan kurang percaya diri.
b)      Murid akan selalu merasa sempit hati, bersifat pemalas, serta akan menyebabkan ia suka berdusta (karena takut dihukum).
c)      Mengurangi keberanian anak untuk bertindak.[8]


IV.    KESIMPULAN
·         Hadiah merupakan alat pendidikan preventif dan represif yang menyenangkan dan bisa menjadi pendorong atau motivator belajar bagi murid. Sedangkan hukuman dapat diartikan sebagai suatu bentuk sanksi yang diberikan pada anak baik sanksi fisik maupun psikis apabila anak melakukan kesalahan-kesalahan atau pelanggaran yang sengaja dilakukan terhadap aturan-aturan yang telah ditetapkan.
·         Memberikan hadiah dan hukuman dalam pendidikan perlu memperhatikan prinsip-prinsipnya, sehingga makna kedua pendekatan ini dalam pendidikan tidak disalahartikan.
·         Bentuk-bentuk penghargaan yang dapat diberikan: Komunikasi non verbal, imbalan materi/hadiah, bentuk pengakuan, perlakuan istimewa. Sedangkan hukuman yang diberikan dapat berupa hukuman fisik, hukuman dengan kata- kata atau kalimat yang tidak menyenangkan, hukuman dengan stimulus fisik yang tidak menyenangkan, dalam bentuk kegiatan yang tidak menyenangkan.
·         Pemberian hadiah dan hukuman mempunyai beberapa fungsi. Dalam hal ini yang terpenting adalah fungsi pendidikan.
·         Dalam pendidikan, pemberian hadiah dan hukuman memiliki kelebihan dan kekurangan sendiri-sendiri seperti pendekatan=pendekatan pendidikan yang lain.
V.       PENUTUP
Demikian makalah yang dapat kami susun. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran kami harapkan demi perbaikan penyusunan makalah-makalah selanjutnya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.

DAFTAR PUSTAKA
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1995
Purwanto, M.Ngalim, Ilmu Pendidikan Teoretis dan Praktis, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1986
Suharto dkk, Kamus Bahasa Indonesia, Surabaya: Indah, 1989
Tafsir, Ahmad, Ilmu Pendidikan  dalam Perspektif  Islam, Bandung: PT Remaja Rosdakaraya,1994




[1] Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan  dalam Perspektif  Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakaraya,1994), hlm.186.
[2] Suharto dkk, Kamus Bahasa Indonesia Terbaru, (Surabaya: Indah, 1989), hlm. 72.
[3] M.Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoretis dan Praktis, Edisi ke-2, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1986), hlm. 183.
[4] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasan Indonesia, Edisi II, Cet. IV, (Jakarta: Balai Pustaka, 1995), hlm.