Diberdayakan oleh Blogger.

pencarian

Total Tayangan

Post Populer

Blogger templates

Blogroll

Rabu, 11 Maret 2020

MAKALAH STUDI PENDIDIKAN MALAYSIA


Malaysia memproklamasikan kemerdekaannya pada tanggal 31 Agustus 1957. Tidak lama kemudian, pada tanggal 16 September 1963, Malaysia membentuk negara federal  yang meliputi Malaya, Serawak, Sabah, dan Singapura. Selanjutnya pada tahun  1965, Singapura memisahkan diri dari negara federal Malaysia. Sekarang ini Malaysia mencakup beberapa negara bagian, yaitu Malaysia (329.758 km2), Semenanjung Malaysia (131.598 km2), Serawak (124.449 km2) dan Sabah (73.711 km2). Berdasarkan sensus tahun 1990, populasi total penduduk Malaysia sekitar 50.292.000 penduduk tiap negara bagian mempunyai gubernur terpilihnya sendiri-sendiri. Kepala Tertinggi Federal Malaysia adalah Yang Dipertuan Agung, yang dipilih melalui konferensi para pemerintah di antara mereka, untuk masa kematian dan pengunduran dirinya. Yang Dipertuan Agung juga merupakan Komandan Tertinggi Angkatan Bersenjata yang bertindak atas nasihat Parlemen dan Kabinet.
Mayoritas penduduk Malaysia beragama Islam (6.918.307). sisanya beragama Budha (2.265.456), Konfusius(1.518.683), Hindu (920.393), Kristen (842.990), tidak beragama (275.338), Kaum Suku (259.455), dan lain-lain (69.750). malaysia berkomposisi penduduk yang multietnis, terdiri atas orang Melayu (55%), Cina (30%), India (7%), Dayak, Eropa, dan lain-lain. Penduduk asli Malaysia berkaitan erat dengan orang Philipina dan Indonesia. Selain itu, terdapat penduduk Cina, India, Pakistan, Srilangka, Bangladesh, serta beberapa suku asli yang kebanyakan tinggal di Serawak dan Sabah. Bahasa nasional Malaysia adalah bahasa Malaysia (Melayu). Namun, sebagai negara yang multirasial,  komunikasi dengan bahasa lain, seperti bahasa Inggris dan beragam dialek setempat,lazim digunakan sehari-hari. Bahkan, sekolah-sekolah di Malaysia mewajibkan masuknya mata pelajaran bahasa Inggris.
Lebih dari sepertiga suplai timah dunia berasal dari Malaysia. Selain timah, Malaysia juga penghasil besi, bauksit, dan kayu. Industri kayu Malaysia  kian meluas dan menjadi penghasil ekspor ke luar negeri terbesar ketiga bagi ekonomi Malaysia. Kayu tersebut merupakan produksi dari Malaysia Timur ataupuun Barat. Di samping itu, masih ada hasil ekspor dan produksi niaga terbesar lainnya di Malaysia, yakni minyak kelapa. Pohon kelapa banyak ditemukan di negeri ini, khususnya sepanjang tepi pantai. Kelapa ini dipasarkan dalam bentuk kelapa segar untuk bahan makanan, tetapi sebagian besarnya dijual dalam bentuk kopra kepada industri penggilinggan minyak, baik untuk dalam maupun luar negeri. Demikian luasnya lahan perkebunan kelapa ini hingga banyak tenaga kerjanya yang didatangkan dari luar negeri, misalnya Indonesia, untuk bekerja di sana. Tidak mengherankan bila 40% penduduk Malaysia bermata pencaharian sebagai petani. Malaysia memiliki tanah yang subur dan didukung oleh iklim yang kondusif. Malaysia umumnya beriklim khatulistiwa dengan suhu yang umumnya tinggi, curah hujan lebat, khususnya selama akhir musim gugur dan awal musim dingin. Rata-rata hujannya lebih dari 240 cm per tahun. Siang hari panas dan lembab, sedangkan malam hari sejuk karena angin laut. Sementara suhu di pegunungan lebih sejuk dan kelembaban berkurang.
Kondisi ekonomi Malaysia, jika dibandingkan dengan negara berkembang lainnya terutama untuk kawasan Asia Tenggara, tergolong tahan banting. Meskipun krisis ekonomi yang melanda Asia berimbas pada ekonomi Malaysia sehingga Malaysia mengalami kontraksi ekonomi sekitar 6,7% serta kegiatan manufaktur dan kontruksi ikut terpukul, indikator investasi  swasta pada paro 1998 menunjukkan beberapa perbaikan. Dengan menerapkan Rencana Pemulihan Ekonomi Nasional (International Economic Recovery Plan) pada Juli 1998, Malaysia mampu mengabaikan pendekatan pengawasan IMF (International Monetary Fund). Dalam rencana pemulihan ekonomi tersebut terdapat enam tujuan, yakni menstabilkan nilai tukar ringgit, memulihkan kepercayaan pasar, menjaga kestabilan keuangan pasar, memperkuat fundamental ekonomi, melanjutkan agenda nasional bagi peningkatan pemerataan ekonomi-sosial masyarakat, serta melakukan revitalisasi beragai sektor yang terkena dampak krisis.
Kebijakan Pendidikan
Setelah Perang Dunia II, saat Malaysia masih di tangan kekuasaan Inggris, pada tahun 1955 di bentuk satu Komisi di bawah pimpinan atas A. Rezak yang isinya mempersiapkan usul-usul bagi sistem pendidikan Malaysia. Di antara usul tersebut ditetapkan bahwa bahasa Melayu dan Inggris dijadikan sebagai bahasa wajib bagi semua murid di sekolah-sekolah, selain bahasa Tamil dan Cina. Setelah kemerdekaan, pada tahun 1961, melalui hasil Komisi A. Rahman, bahasa Melayu dan Inggris ditetapkan sebagai bahasa wajib yang diberikan sampai dengan kelas enam sekolah dasar. Adapun bahasa Tamil dan Cina diberikan di sekolah  tingkat menengah.
Organisasi pendidikan di pusat terdiri atas Menteri Pendidikan. Kementerian yang dikepalai oleh sekretaris tetap pendidikan bertanggung jawab langsung untuk pendidikan sekolah menengah dan Purna Sekolah Menengah, Sekolah Teknik dan pengawasan grant atau pemberian dana kepada negara-negara bagian. Kementerian pendidikan ini terdiri atas dua bagian. Bagian administrasi yang mengurus perencanaan, keuangan, administrasi, personil dan pelajaran terpadu, dan pengawasan terhadap pelajaran agama Islam. Adapun bagian kedua berada di bawah pimpinan Penasihat Kepala Bagian Pendidikan yang terdiri atas inspektorat federal, pendidikan guru,bagian sekolah, sindikat ujian, pendidikan teknis, registrasi guru, serta perencanaan pendidikan dan penelitian. Kepala pendidikan di tiap negara bagian bertanggung jawab atas pengadministrasian sekolah rendah dan menengah di tingkat wilayah dan mereka bertanggung jawab kepada Kepala Kementerian yang tetap, yaitu sekretaris.
Pada tahun 1974, Malaysia membentuk Jawatan Kuasa Kabinet yang bertugas mengkaji semua pelaksanaan pendidikan. Laporan Jawatan Kuasa Kabinet ini telah mulai terbit sejak tahun 1979. Lalu, atas dasar laporan tersebut, Kementerian Pendidikan melancarkan reformasi pendidikan dengan memperkenalkan program KBSR pada tahun 1982/1983 diikuti dengan pelaksanaan KBSM pada tahun 1988/1989. Pada dekade 1990-an, Malaysia mengadakan perubahan kebijakan pendidikannya secara berarti, di antaranya sebagai berikut:
1.      Memperkenalkan pendidikan persekolahan dalam sekolah rendah;
2.      Mengurangi tahun lama sekolah di sekolah rendah, dari 6 tahun menjadi 5 tahun, bagi murid yang cerdas dan sebaliknya, menambah tahun lama sekolah, menjadi 7 tahun, bagi murid yang lambat;
3.      Memberikan peluang pendidikan kepada semua pelajar dengan melanjutkan waktu belajar mereka dari 9 hingga 12 tahun, yaitu sampai tingkat 5 di peringkat sekolah menengah;
4.      Mengutamakan pendidikan teknologi dengan tujuan melahirkan pelajar yang mahir dalam bidang seni perusahaan, perdagangan, dan ekonomi;
5.      Mengubah sistem pemeriksaan SRP kepada Penilaian Menengah Rendah (PMR).
Pendidikan di Malaysia bertujuan mengembangkan potensi individu secara menyeluruh dan terpadu untuk mewujudkan insan yang seimbang dan harmonis dari segi intelek, rohani, emosi, dan jasmani, berdasarkan kepercayaan dan kepatuhan kepada Tuhan. Tujuan ini dimaksudkan agar dapat melahirkan rakyat Malaysia yang berilmu pengetahuan, berketerampilan, berakhlak mulia, dan bertanggung jawab terhadap masyarakat dan negara.  
Pendidikan Islam
Sejak merdeka pada tahun 1957, ilmu pengetahuan agama Islam telah dijadikan sebagai kurikulum pendidikan nasional di Malaysia; diberikan selama 120 menit per minggunya. Akan tetapi, karena pemerintah tidak melakukan penekanan atau kewajiban lulus ujian ilmu pengetahuan agama Islam, pelajaran ini tidak mendapat perhatian serius dari siswa. Lalu pada tahun 1975, berbagai langkah penting  untuk memperkuat pendidikan Islam di negara ini telah ditempuh oleh Departemen Pendidikan. Pada tahun 1982, Perdana Menteri Mahathir Muhammad mengambil keputusan untuk menjalankan kebijakan penanaman nilai-nilai Islam di pemerintahan. Dengan demikian, peran Islam kian penting dalam negara. Islamisasi pemerintahan ini bisa dibuktikan dengan adanya pembentukan Bank Islam, Sistem Asuransi Islam, Universitas Islam Internasional Penyempurnaan Keagamaan Islam, dan lain-lain. Setahun kemudian, pada tahun 1983, Departemen Pendidikan menyatakan bahwa nilai-nilai moral akan diajarkan kepada pelajar nonmuslim, sementara ilmu pengetahuan agama akan diajarkan kepada para pelajar muslim. Apa akibatnya?
Sebagaimana diamati oleh Claudia Derichs menjelang akhir tahun 1990-an, secara drastis jumlah mahasiswi yang memakai tudung atau jilbab kian meningkat, sementara kaum lelakinya memakai kopiah. Para guru mengakui bahwa kecenderungan menyatakan identitas sebagai seorang muslim telah muncul sedemikian rupa hingga guru perempuan yang tidak bertudung adalah perilaku perkecualian karena banyaknya yang memakai tudung.
Perkembangan masjid dan surau di Malaysia mencerminkan semaraknya aktivitas umat Islam. Bandar Baru Bangi (sekitar 25 km dari Kuala Lumpur), misalnya, merupakan daerah yang memiliki masjid dan surau dengan perkembangan pesat. Seiring dengan makin meluasnya pemukiman penduduk, perkantoran, pertokoan, dan industrialisasi, jumlah masjid dan surau pun bertambah. Masjid-masjid itu bukan saja untuk melaksanakan praktik ibadah salat, melainkan juga sebagai lembaga pendidikan Islam. Surau an-Nur di Bandar Baru Bangi,  misalnya, merupakan tempat kajian Alqur’an dan Tafsir, baik bagi lelaki maupun perempuan. Kadang kala diadakan tahlil serta perbincangan keagamaan yang terjadwal secara sistematis tentang segala hal yang berkaitan dengan masalah spiritual dan problem yang dihadapi masyarakat masa kini.
Agaknya corak Islami ini tidak hanya terjadi dibidang pendidikan semata. Di lingkungan elite politik dan parpol seolah juga terjadi perlombaan dalam menyatakan ciri keislamannya. Sebagai contoh partai yang sedang berkuasa dimalaysia, yakni the United Malays’ Nasional Organization (UMNO) pimpinan Mahathir Muhammad, telah membuka website untuk mennjukkan berbagai upaya jihadnya. Upaya menciptakan website demikian, apapun isinya, akhir-akhir ini mengindikasikan hadirnya kompetisi untuk “menjadi Islami” di Malaysia. Karena didukung oleh parpol, Islamisasi di Malaysia pun menjadi isu politik dari pada sebagai akibat langsung dari munculnya gerakan sosial.[1]


[1] Abd.Rahman Assegaf, Internasionalisasi Pendidikan, (Yogyakarta: Gama Media, 2003), hlm. 112- 122.

0 komentar

Posting Komentar